Moments 12

0 Comments
Gema Athaillah


“Dia...”
“Via?” Tiba-tiba saja Awan dan Zia menyuarakan pikiran mereka dengan kompak.
Sial. Gue jadi cemburu berat. Mengetahui pemikiran mereka sama, Zia dan Awan saling menatap dengan canggung. Sementara gue melihat kesal ke arah Awan.
“Kenapa kalian berfikir bahwa dia adalah Via?” tanya Ruth penasaran.
Zia berdeham. “Spekulasi yang telah gue pikirkan dengan baik-baik belakangan ini.”
“Dan itu spekulasi yang gue setujui karena satu-satunya orang yang pernah mengancam Sakura adalah Via.” Awan mengangguk yakin.
Gue langsung tertawa lebar. “Jadi lo merasa ini semua gara-gara lo perhatian banget sama Sakura yang berujung pacar, ups sori, mantan pacar lo ngamuk dan menyimpan dendam dengan Sakura?”
Setelah mengatakan itu, mereka semua diam menatap gue. Baiklah, sekarang apa salah gue mengatakan apa yang gue pikirkan? Kenapa mereka menatap mengintimidasi ke arah gue?
“Ke-Kenapa?” tanya gue gugup.
“Gue setuju sama lo.” Ruth menunjuk gue dengan jari telunjuknya. “Meskipun gue bukan teman dekat Via, gue tau orang seperti apa Via. Dia nggak akan mungkin bertindak kekerasan.”
“Sori...” Badai tersenyum simpul. “Spekulasi yang kalian utarakan itu sepertinya salah. Meskipun kemungkinan besar Via nggak akan melakukan kekerasan, ada beberapa fakta yang mungkin kalian lewatkan.”
Diam-diam gue senang bukan main. Baiklah, Ruth, Badai, gue berterimakasih dengan kalian karena tidak membuat gue menjadi orang bodoh yang sedang mengutarakan isi pikiran gue.
“Pertama, jika M adalah Via, dia tidak menginginkan Sakura untuk menjauhi gue.” Ah Badai mengungkit kejadian lalu. Wajah gue, Zia dan Sakura pasti kelihatan aneh banget sekarang. “Dia pasti menginginkan Sakura untuk menjauhi Awan.”
Baiklah, Badai memang mengungkit kejadian lalu, tapi dia mengungkapkan fakta yang pastinya dilewatkan oleh Zia dan Awan. Gue nggak tahu Badai cukup jeli juga.
Jadi Badai memiliki skor lebih tinggi dari pad gue sekarang. Dari segi wajah kami imbang, segi pemikiran juga, tapi tetap saja... gue hanya mengutarakan isi pikiran gue tanpa alasan. Sementara Badai mengungkapkannya secara detail.
“Kedua, jika M adalah Via, dia tidak akan menculik Zia karena Zia menyakiti hati Sakura.” Badai menatap Zia dan Awan dengan tenang. “Karena pada dasarnya, Via membenci Sakura karena telah merebut Awan.”
Sial, Badai kelihatan keren banget kalau mengungkapkan fakta seperti ini. Oh bukan, bukan. Gue nggak naksir dia kok. Gue masih waras dan gue juga masih setia dengan perasaan gue ke Zia. Gue cuma suka dengan gayanya aja.
Mungkin Badai kelihatan tenang selama ini, tapi ternyata di dalam ketenangannya, ada beribu hal yang dia pikirkan dengan matang-matang.
“Ketiga, jika M adalah Via, dia tidak akan memerdulikan Prisil yang jadian sama gue.”
“Dan yang keempat...” Tiba-tiba Sakura bersuara. Kami serempak menoleh ke arah Sakura yang kini terdiam lagi. “M bukanlah seorang cewek, tapi seorang cowok.” Gue lihat tangannya menggepal seakan menahan perasaannya.
Baiklah. Sepertinya kami terlalu banyak berspekulasi. Sementara Sakura pastinya sudah bertemu dengan orang itu.
“Dia...” Gue memerhatikan Sakura dan Zia dengan seksama. “Dia Fabi.”
Eh? Fabi? Sepertinya gue pernah mendengar nama itu. Atau... membacanya mungkin. Di mana ya?
“Fabi?” Awan terlihat seperti sedang berfikir. “Namanya nggak asing.”
Reaksi Zia mungkin sangat terlambat, karena sekarang Zia baru melepaskan pelukannya dari Sakura dan menatap Sakura dengan kedua bola mata yang membesar.
“APA? SI BETO!? OHMAIGAT!!!!” Zia berteriak histeris.
By the way, apa Zia mengenalinya? Dia bahkan mengatakan bahwa M alias Fabi itu adalah beto. Apa maksudnya?
“Fabiandra Kurniawan?” Ruth menyebutkan sebuah nama yang langsung direpon dengan kami dengan menatapnya bingung.
“Lo kenal dia?” tanya Zia dengan bingung.
Ruth menggeleng. “Bukannya dia pemilik yayasan sekolah kita yang baru?”
Gue melihat Zia dan Sakura yang langsung melongo, sementara gue, Badai dan Awan pasti berfikiran yang sama. Lawan kita benar-benar orang hebat. Kita nggak akan bisa melawannya dengan mudah.
Pemilik yayasan? Melawannya sama saja membuat kami mengundurkan diri dari sekolah dan bersiap-siap untuk kena damprat orang tua.
“Eh? Tapi kenapa dia menginginkan Sakura?” tanya Awan bingung.
“Lo mendengarnya juga?” Badai melirik Awan. Matanya menyipit.
Awan hanya mengangkat bahu. “Nggak juga. Gue cuma mendengar obrolan Sakura dan Badai di dalam bilik kamar mandi.”
“HAH? BILIK KAMAR MANDI?” Gue, Zia dan Ruth langsung berteriak histeris.
“GILA! KALIAN GELAP-GELAPAN DI DALAM BILIK KAMAR MANDI GEDUNG TUA ITU!?” Gue langsung menatap Sakura yang membalas tatapanku dengan tatapan datarnya. Baiklah, mungkin aku terlalu histeris.
“Ehm...” Zia berdeham. Ia menatap Sakura yang menunduk dalam-dalam.
“Jadi... Cessa adalah anak buah Fabi?”
Oh-oh tidak... barusan saja Badai mengucapkan nama Cessa? Apa gue nggak salah dengar?
“Da-dari mana lo tau kalo Cessa adalah anak buah Fabi?” Sakura tergeragap.
Sekarang Badai terdiam. Sepertinya dia keceplosan mengatakan hal tersebut. Badai bahkan nggak berani menatap wajah kami. Dia hanya membuang wajahnya dan membalik badannya membelakangi kami.
“Cuma spekulasi gue aja. Ternyata benar.”
Kami langsung terdiam. Siapapun itu pasti tahu bahwa Badai sudah berbohong. Mana mungkin dia berspekulasi dengan menyebutkan nama orang dengan begitu jelas?
“Gue ke kamar mandi dulu.” Sakura berdiri dan meminta Ruth untuk mengantarnya ke kamar mandi.
Zia menghembuskan nafas beratnya. “Gue nggak tau apakah ini informasi penting atau bukan... tapi...” Zia terdiam lagi, seperti memikirkannya matang-matang untuk menceritakannya kepada kami. “Fabi adalah mantan pacar Sakura. Beberapa bulan lalu dia mengajak Sakura untuk menjalin hubungan kembali. Tapi Sakura menolaknya.”
Gotcha! Kami semua ternganga lebar. Kami nggak pernah sekaget ini sebelumnya dan nggak pernah menyangka bahwa Sakura mempunyai mantan pacar pemilik yayasan.
Ini akan lebih rumit lagi. Seharusnya waktu itu Sakura menerima ajakan cowok itu. Lagi pula siapa juga yang nggak mau pacaran sama pemilik yayasan?
Sekelebat gue mengingat seseorang yang gue lihat beberapa hari yang lalu. Seorang pemuda yang menemui Pak Rhoma. Dia pasti Fabi. Sejak awal gue melihat dia, tatapan dan senyumannya memang penuh misteri.
“Ngomong-ngomong kenapa Sakura nggak menerimanya lagi?” Gue menguatarakan isi pikiran gue yang penuh dengan pertanyaan.
Zia hanya tersenyum sinis dan melirik Badai dengan kesal. “Sepertinya Sakura udah jatuh cinta sama orang lain.”
***
“Memancing M keluar?” Zia mengernyitkan keningnya. “Dengan apa?”
“Bukan dengan apa. Tapi dengan siapa.” Awan menjawabnya dengan enteng.
“Nggak! Gue nggak setuju kalau Sakura dijadiin alat untuk mancing kehadiran M!” Zia menggebrak meja. Dia menatap Awan sinis dengan nafas yang memburu. Sial, gue makin suka sama Zia.
“Apa nggak ada cara lain?” tanya Ruth pasrah. “Memangnya nggak ada petunjuk di mana Cessa mengurung Prisil?”
Gue langsung menggeleng. “Cessa adalah anak buah M. Meskipun dia melakukan penculikan itu tanpa ijin M, M pasti akan segera menemukan di mana Cessa berada. Otomatis, Cessa berada di tangan M.”
Ini menjadi semakin rumit. Kami semakin kebingungan dengan cara apa kami menyelamatkan Prisil. Kami tidak bisa sembarangan melaporkan kejadian ini ke polisi. Jika pihak M tahu, maka Prisil akan berada dalam bahaya.
Oh ya, untuk kondisi kami yang seperti anak jalanan, kami baik-baik saja sekarang. Beberapa dari kami mengirim surat ke sekolah dengan mengatakan bahwa kami ijin untuk urusan keluarga, beberapa lagi mengirimkan surat dengan alasan sakit. Agar tidak begitu mencolok. Apalagi Fabi adalah pemilik yayasan sekolahan kami.
Kami juga memberitahu kedua orang tua Prisil bahwa Prisil sedang ngambek dan menginap di rumah temannya. Orang tua kami, ups orang tua mereka, sudah hanya mengetahui bahwa mereka menginap di rumah teman mereka masing-masing. Dan tolong jangan tanyakan orang tua gue.
Untung saja gue berasal dari keluarga berada dengan kartu ATM yang terdapat sejumlah besar uang yang bisa dihambur-hamburkan seenak jidat. Jadi, kami tidak akan kelaparan di rumah kosong ini.
Semua keperluan dibeli oleh Awan dan Ruth yang pastinya nggak akan dicurigai oleh orang-orang. Jika Sakura, Zia atau Badai yang pergi, maka mereka pasti akan segera ditemukan oleh M.
Sebenarnya gue bisa membantu Awan dan Ruth, tapi karena gue bos di sini, yang memberikan mereka uang, maka gue berhak untuk tidak melakukan perkejaan apapun. Lagi pula gue nggak mau meninggalkan Zia barang sedetikpun.
Hanya baju kami yang tidak diganti. Itu karena semua menolak untuk memakai pakaian yang dijual di pinggir jalan. Katanya mereka tidak mau menggunakan pakaian yang bukan style mereka. Lagi pula kami membutuhkan ukuran pakaian untuk membelinya. Sementara kami tidak bisa keluar bersama-sama.
“Kalau begitu, gunakan gue untuk memancing Cessa.” Badai melipat kedua tangannya di depan dada.
Zia langsung mendengus kesal. “Gue tau, Cessa itu terobsesi sama lo. Tapi tolong lo pikir baik-baik. Rencana memancing mereka muncul pasti dicurigai oleh M.”
“Seharusnya dari awal kalian melepas gue untuk pergi. Sekarang nggak ada yang bisa kalian lakukan.” Sakura berkata kelam. Dia bangkit dari kursinya dan meninggalkan kami yang terdiam.
Ah... kami sudah terpecah belah. Gue nggak tahu harus bagaimana lagi. Sebenarnya gue nggak perlu memikirkan hal yang memusingkan seperti ini. Toh Zia sudah selamat, begitu juga dengan Sakura. Yang peduli pada Prisil hanya Badai dan Awan saja.
Oh tidak, Sakura juga peduli pada Prisil. Karena Sakura pasti merasa bahwa dirinyalah yang membuat semua ini terjadi. Dengan begitu, Zia pasti tidak akan meninggalkan Sakura begitu saja. Dan otomatis, gue akan tetap di sini sampai masalah ini selesai.
OH TIDAAAAAAAK!!!
***
Setelah berdiskusi diselingi pertengkaran waktu itu, kami setuju menggunakan Badai sebagai alat untuk memancing Cessa keluar.
Hari ini kami setuju untuk pergi sekolah lagi. Misi pertama yang akan kami lakukan adalah belajar. Yes, tentu kami harus belajar agar guru-guru nggak melempar kami dengan penghapus papan tulis karena membolos.
Untungnya gue berada di kelas yang sama dengan Zia. Jadi gue bisa memerhatikan Zia kalau-kalau ada orang jahat di sekitarnya.
Badai bertugas untuk memerhatikan Cessa, karena Badai memang sekelas dengan Cessa. Jangan-jangan Cessa bisa sekelas dengan Badai karena campur tangan M.
Dan satu-satunya kondisi paling rawan adalah kondisi Sakura. Jika gue sekelas dengan Ruth, Zia dan Awan, Sakura hanya sendirian duduk di kantin menunggu kami tanpa tahu apakah ada orang yang kemungkinan menyelakainya.
Sayangnya kami tidak bisa apa-apa untuk urusan yang itu. Nggak mungkin kan tiba-tiba kami minta ke sekolah agar Sakura masuk ke kelas demi memata-matai kondisi Sakura!? Yah meskipun Sakura menggunakan seragam Zia, guru-guru tetap akan mengenalinya jika masuk ke kelas kami, kan!?
Misi kedua kami adalah mulai memancing Cessa. Jadi Badai bertugas untuk mendekati Cessa dan bertanya-tanya dengan pertanyaan yang menjebak.
Saat istirahat, gue, Zia, Ruth dan Awan langsung ngacir pergi ke tempat sepi yang nggak dipasang CCTV. Karena sepertinya Sakura masih marah, dia menolak mentah-mentah untuk ikut kami.
Sesuai dengan ide Zia, kami menelfon Badai yang langsung diangkat oleh cowok itu. Awan me-loadspeaker panggilan itu agar kami semua bisa mendengarnya. Dia juga merekam pembicaraan Badai dan Cessa atas perintah Badai.
“Cessa?”
“Ba-Badai...?”
“Boleh gue duduk di sini?”
Seketika suara di seberang hanya suara bising murid-murid yang berada di kantin.
“Kenapa?” Terdengar suara Badai lagi.
“Kamu mau nanya tentang Prisil, kan?”
Gila! Cewek ini bisa tahu rencana kami. Cessa nggak mungkin mengetahui tentang rencana ini jika tidak ada yang memberitahunya. Ah! Pasti M sudah memberitahunya.
“Kenapa sih kamu nggak pernah liat aku?” Terdengar suara Cessa yang bergetar.
Oh-oh, drama percintaan lagi. Gue jadi ingin melihat tampang Badai seperti apa sekarang.
“Segitu sayangnya kamu sama Prisil?”
Diam di seberang sana. Cukup lama sampai kami berempat menahan nafas karena menunggu jawaban Badai.
“Iya. Gue sayang banget sama Prisil.”
“BOHONG!” Tiba-tiba Cessa berseru dengan nada seperti ingin menangis. “Kamu nggak pernah sayang sama Prisil!”
Eh? Kenapa Cessa bilang begitu? Gue jadi benar-benar penasaran dengan ekspresi Badai. Cessa pasti membaca ekspresi Badai saat ini. Karena kami tidak melihat Badai secara langsung, kami tidak tahu suasana yang tercipta di antara mereka berdua.
“Sekarang...” Suara Cessa memelan. “Kalau aku bilang...” Cessa memberi jeda. “Sakura sedang menyerahkan dirinya kepada Mas, apa yang akan kamu lakukan?”
APA? Kami berempat sama-sama terbelalak. Sial. Ini nggak ada dalam rencana, kan!? Jadi, Sakura memutuskan untuk menyerahkan dirinya pada M?
“Shit!” umpat Awan. “Apa sih yang dilakukan Sakura? Merusak rencana!?”
Raut wajah Zia yang paling panik di antara kami berempat. Tangannya bahkan gemetaran dan wajahnya memucat.
Tanpa gue sadari, tangan gue menggenggam tangannya. Mencoba menenangkannya. Zia menoleh dan menatap gue penuh tanya. Tapi sedikit demi sedikit gue melihat kekhawatirannya berkurang.
“Kenapa diam!?” pekik Cessa frustasi. “Kamu... nggak takut kalau Sakura dibunuh!?”
“Sakura akan baik-baik saja selama dia berada di tangan orang yang mencintainya.”
Zia langsung berdiri dengan ekspresi marah. Gue bisa membaca pikirannya. Zia memikirkan tentang Badai yang seenaknya berbicara. Padahal Badai tahu kalau Sakura berada di tangan seorang pembunuh.
“Ssstt...” Gue menarik tangannya. Menahan untuk tetap tinggal. “Ada yang aneh. Kita harus dengarkan sampai selesai.”
Akhirnya Zia mengalah dan kembali duduk di samping gue.
“Dia seorang pembunuh, Badai.” Cessa mendesis. “Kamu nggak takut?”
Gotcha! Sepertinya gue tahu ke mana arah permbicaraan ini berlangsung.
“Dia sangat mencintai Sakura. Dia nggak mungkin membunuh Sakura.” Suara Badai terdengar sangat tenang.
“Dia pasti membunuh Sakura!!!” Cessa berseru kesal. “Kakak Sakura... Yasumi Fujiwara... Mas membunuhnya!!! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!!!”
Oh-oh apakah Badai menciptakan jebakan ini sendiri? Rencana kami kan untuk mencari lokasi Prisil, bukan untuk mencari bukti tentang pembunuhan yang dilakukan M.
Gotcha! Tanpa sadar kami sudah menemukan bukti untuk melaporkan ke polisi tentang pembunuhan Yasumi Fujiwara.
“Mas menabrak Yasumi karena Yasumi mengetahui pembunuhan yang dilakukan Mas pada mantan pemilik yayasan sebelumnya.”
“Cessa... apa yang sedang lo lakukan?”
“KAMU MENJEBAKKU!!!”
“Gue nggak menjebak lo. Sekarang... di mana Prisil?”
“KAMU MENJEBAKKU!!!” Terdengar nafas memburu milik Cessa. Sepertinya dia sangat frustasi karena telah membeberkan semuanya.
“Di mana Prisil sekarang!?” desis Badai.
“Kamu akan menyesal menanyakan keberadaan Prisil dan membiarkan Sakura berada di tangan Mas.” Tiba-tiba saja Cessa tertawa. Tawa yang mirip seperti nenek sihir. “Kamu akan menyesal!!!”
TUT.
Kami berempat langsung menghembuskan nafas bersama. Lalu berlari mencari keberadaan Sakura secepat mungkin. Murid lain mencaci kami karena menabrak mereka. Tapi itu nggak penting sama sekali. Sekarang yang terpenting adalah di mana Sakura berada?
Saat kami sampai di depan kelas Sakura yang dulu, Badai sedang berlari menjauhi kelas 11-IPA 2. Dia menuju parkiran sekolah. Awan masuk ke dalam kelas 11-IPA 2 dan beberapa detik kemudian keluar sambil menggelengkan kepala.
Kami memutuskan untuk mengikuti Badai ke arah parkiran. Di pertengahan jalan, kami melihat Badai menunduk pasrah.
Gue mendekatinya dan menepuk pundaknya. “Apa yang terjadi sebenarnya sih? Di mana Sakura?”
Tiba-tiba saja Zia menghampiri Badai. Menamparnya dengan tangan kanannya. Nafasnya memburu karena berlarian juga menahan emosinya. Air beningnya menggantung di kedua kelopak matanya.
“Di mana Sakura!?” Zia berteriak tepat di depan wajah Badai. “DI MANA SAKURA!?”
Dan saat itu juga Zia kehilangan kendalinya. Dia menumpahkan tangisannya dan memukuli Badai tanpa ampun.
Gue menariknya dari belakang. Merengkuhnya ke dalam pelukan. Menahannya agar tidak memukuli Badai lagi. Akhirnya Zia pasrah dan berhenti memukuli Badai. Lalu gue menyuruh Ruth untuk menopang Zia.
Kesal, gue menghampiri Badai. Menyiapkan tangan gue, lalu memukul Badai dengan sekali pukulan sampai dia terhuyung jatuh di tanah. Sudut bibirnya berdarah dan dia tetap diam menunduk.

“Maaf... tapi Sakura dan gue punya rencana lain.” Badai berbisik lirih. “Tapi... gue terlambat untuk menyelamatkannya...”

Hai... pemberitahuan nih, untuk satu minggu ke depan puasa Moments dulu ya :D kembali lagi nanti tanggal 24 September ya... Terimakasih...


You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram