PERBEDAAN STRATA JABATAN


Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi/lapisan sosial (pengkelas-kelasan) 
•    Arti Definisi / Pengertian Status Sosial :
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
•    Arti Definisi / Pengertian Kelas Sosial :
Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu.
•    Arti Definisi / Pengertian Stratifikasi Sosial :
Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah. Contohnya seperti struktur organisasi perusahaan di mana direktur berada pada strata / tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada struktur mandor atau supervisor di perusahaan tersebut.

Beberapa teori yang dikemukakan :

1.    Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
2.    Max weber adalah stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise. 
3.    Cuber: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda. Stratifikasi sosial adalah demensi vertikal dari struktur sosial masyarakat, dalam artian melihat perbedaan masyarakat berdasarkan pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertical dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau tertutup. 
4.    P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
Menurut Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial :
a.    Terjadinya secara otomatis/tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.Karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. 
b.     Terjadi dengan sengaja/ terbuka
adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Untuk tujuan bersama Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
•    Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
•    Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
•   Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
•    Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.


DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PELAPISAN SOSIAL

a.    Dampak positif Stratifikasi Sosial
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. 
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura. 
Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari. Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada status social yang lebih tinggi.
b.    Dampak negative Stratifikasi Sosial
•    Konflik antarkelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
•    Konflik antarkelompok sosial
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologo, profesi, agama, suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar.
•    Konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.

Kesamaan Derajat 
Arti Prinsip Kesamaan Derajat
Persamaan harkat adalah persamaan nilai, harga, taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali cipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban azasi manusia.
Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat.Sedangkan derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban azasi. Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. 
Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun di lingkungan pergaulan masyarakat. Manusia dikarunian potensi berpikir, rasa dan cipta, kodrat yang sama sebagai makhluk pribadi (individu) dan sebagai makhluk masyarakat (sosial). Manusia akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya di dalam masyarakat.

Negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki landasan moral atau hukum tentang
kesamaan derajat.
1. Landaasan Ideal: Pancasila
2. Landasan Konstitusional: UUD 1945 yakni:
a.       Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3, dan 4
b.      Batang Tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, ps. 28, ps. 29, ps. 30, ps. 31, ps.32, ps.33, dan pasal 34 pada amandemenya 
3. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.

 Elit dan Massa
Dalam masyarakat tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum  elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. 
Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan  kecil yang memegang kekuasaan. Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” 
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite.  Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive. Di dalam suatu pelapisan masyarakat  tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan. 
Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah  pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya. 

Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : 
perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat mral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. 
Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak tentu.
Isilah  massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd,t etapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
Ciri-ciri massa adalah : 
1.  Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan misalnya malalui pers 
2.  Massa merupakan kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym 


3.  Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya

Source:


Gema Athaillah


Gue terpisah. Gue tersesat. Dan gue sendirian. Itu namanya sial pake banget.
Gara-gara ada rombongan ibu-ibu, bapak-bapak beserta anak-anaknya yang tiba-tiba aja mengepung kami. Sialnya pegangan tangan gue pada Zia malah terlepas begitu aja. Gue kehilangan dia di tengah jalan.
Bayangin aja, gue harus keliling Ragunan sendirian. Emangnya gue ke sini mau nyamain muka!? Sama badak loh ya bukan sama monyet. Soalnya spesies gue ya spesies badak. Kalo spesies monyet macamnya kayak gue, cewek-cewek pasti kelepek-kelepek setiap mampir ke Ragunan. Oke, gue mulai ngelantur.
Yang jelas sekarang gue bete berat dan nggak berniat untuk pergi ke mana pun selain duduk di kursi panjang yang disediain di sana.
"Atha?"
Gue mendongak dan mendapati sosok yang gue kenal tersenyum ke arah gue.
"Ngapain di sini sendirian?"
Gue tersenyum membalas sapaannya. "Jalan-jalan dong, Am. Masa iya mau nyamain muka."
Dia tertawa geli. "Boleh aku duduk di sini?" tanyanya.
"Oh boleh... boleh."
Amboi duduk di sebelah gue dengan anggun. Dia memakai gaun berwarna kuning cerah selutut dengan topi pikniknya yang unyu banget. Ah Amboi masih sama seperti dulu. Masih anggun, feminin dan manis.
"Am, kamu sendiri ke sini?"
"Tadi sih bareng sama Prisil. Tapi dia ngilang di tengah jalan."
Prisil? Di sini? Waduh! Gawat banget dong.
"Kenapa nggak nyoba hubungin aja?"
"Udah. Tapi nggak diangkat. Padahal udah aku telfon, sms, whatsApp, bahkan LINE, tetep aja nggak dibales ataupun baca." Dia menyodorkan ponselnya pada gue. "Liat deh."
Gue mengangguk-angguk. Amboi jujur. Lagi pula, Amboi sebenarnya baik kok. Nggak kayak saudara-saudaranya yang freak itu. Yang bikin gue bonyok-bonyok.
"Kamu sendiri di sini?"
"Enggak. Tadi sih bareng sama anak-anak. Tapi tadi aku kepisah gara-gara ada rombongan gitu." Gue bercerita.
Ngomong-ngomong gue dan Amboi masih bicara dengan aku-kamu karena kebiasaan. Dulu waktu kita masih temenan juga ngomongnya aku-kamu. Jadi agak aneh aja kalau tiba-tiba gue ngomong pake gue-elo.
“Zia ada di sini juga?” tanyanya.
Gue mengangguk untuk menjawabnya.
Dia hanya ber-oh ria dan tiba-tiba bangkit dari kursi. “Eng... Atha, aku kayaknya harus nyari Prisil lagi deh. Aku pergi dulu ya.”
Gue jadi ikutan berdiri. “Kenapa nggak cari bareng aja?” tawar gue.
Bukannya modus, tapi emang mending begitu kan? Yah, dari pada gue sendirian di sini kayak kambing conge, mending gue nemenin dia nyari Prisil.
“Nggak usah deh, Tha. Biar aku cari sendiri. Nggak enak kalau Zia liat dan salah paham.”
Ya ampun ni cewek bikin gue gemes. Masih aja mikirin perasaan orang lain? Amboi emang cewek baik deh. Kalau bukan karena saudaranya yang rada sinting, mungkin gue masih mempertimbangkan kembali untuk kembali sama Amboi. Eh, kok gue ngomongnya gitu? Gue kan udah punya Zia.
“Am, Zia nggak bakalan salah paham kok.” Gue menjelaskan. “Lagian aku kan bantuin kamu nyari Prisil. Bukannya kencan sama kamu.”
Amboi terdiam sejenak. “Mmm... iya deh.”
***
Ini bener-bener gila! Ini bukan gue yang gila. Tapi apa yang gue lihat bikin gue gila. Eh... sama aja ya?
“Dasar cewek murahan!” Prisil menjambak rambut Sakura dengan sekali tarik. Sakura meringis. Gue ikutan meringis. Pasti sakit banget tuh.
Sementara itu, di sebelah gue, Amboi menatap dengan mulut menganga. Cewek itu pasti syok banget terhadap perlakuan sepupunya yang kayak narapidana kelaperan. Eh, dia sih emang mantan narapidana.
Badai ke mana lagi? Kenapa cowok itu nggak ada? Ruth? Sial. Geu harus turun tangan.
Dengan langkah panjang, gue berlari ke arah mereka. Mendorong paksa cewek gila bernama Prisil itu dan langsung melindungi Sakura sebelum Prisil melukainya. Sakura berdiri di belakang punggung gue dengan wajah pucatnya. Gue jadi kasihan.
“Apa-apaan sih lo!? Nggak punya malu ya?” sentak gue marah.
“Elo nggak usah ikut campur. Ini urusan gue sama dia!” teriaknya kesal.
Sekumpulan orang mulai berbaris mengelilingi kami. Prisil emang jago banget nyari perhatian orang. Sekarang kita jadi tontonan banyak orang yang lewat sana.
“Gue perlu ikut campur. Dasar cewek gila!”
Masa bodoh deh dengan kenyataan bahwa dia itu cewek dan gue ini cowok. Yang jelas gue nggak bisa membiarkan tu cewek gila melukai Sakura seenak jidatnya. Emangnya Sakura salah apa sama dia?
“Prisil, udah dong. Malu diliatin orang...,” ucap Amboi dengan nada berbisik.
Prisil menepis tangan Amboi yang berusaha memegangnya. Cewek itu menatap tajam sepupunya, lalu menatap gue dengan tatapan yang sama.
“Tu cewek milik gue! Siniin nggak!?” Dia berteriak kalap.
“Gila ya lo!?” Gue mengernyit.
“Dia udah ngambil Badai dari gue!!!” teriaknya. “Dia bikin gue dan kakak gue dipenjara. Dia cewek murahan yang nggak tahu diri!!! Dia pantes mati!” Tiba-tiba Prisil mengambil pisau dari saku jaketnya.
Gila. Cewek ini kayaknya kesurupan jin apa gitu sampai-sampai bawa pisau ke tempat rekreasi kayak gini. Pisau buat ngiris buah sih nggak masalah, lah kalau pisau buat bunuh orang?
“Dia pacar gue sekarang. Jangan pernah salahin dia karna lo putus sama Badai. Itu bukan salah dia. Dia juga nggak ngerebut Badai dari lo. Badai yang nggak mau deket-deket sama lo.”
Ngomong apa gue tadi? Yah, dari pada Sakura kena jambak lagi.
“Dia pacar lo?” desis Prisil.
Ia maju mendekati gue. Otomatis gue mundur selangkah. Gila. Serem juga ya tu cewek.
“Tolong, jagain pacar lo biar nggak keganjenan lagi sama cowok orang!”
“Prisil?”
Kami menoleh bersamaan ke sumber suara. Badai. Akhirnya tu cowok muncul juga. Gue hampir kena serangan jantung gara-gara muka psiko-nya Prisil sambil bawa-bawa pisau begitu.
“Badai?” Prisil tergeragap. Ia langsung menyembunyikan pisau itu di punggungnya. “Badai...”
“Atha benar. Ara pacarnya. Ara juga bukan alasan gue buat ninggalin lo.” Badai menjelaskan tanpa diminta. Raut wajah cowok itu kelihatan murung. Ah... sejak di mobil tadi wajahnya emang begitu.
“Badai.... tapi Sakura...”
“Ara nggak salah apa-apa. Tolong jangan salahin dia.” Badai memotong ucapan Prisil. “Gue sama dia... cuma temen.”
***
Gara-gara ngaku jadi pacarnya Sakura, sekarang gue harus berakting di depan Prisil sebagai pacarnya Sakura. Tu cewek gila nggak mau pergi sebelum bener-bener yakin kalau gue ini pacarnya Sakura.
Gue juga jadi nggak enak sama Badai. Mukanya yang udah murung tambah murung lagi. Kayak ada badai di hatinya. Udah cocok banget tuh nama dia sama suasana hatinya.
Dan yang gue bisa lakukan sekarang adalah mengelus-ngelus puncak kepala Sakura dengan pelan, supaya cewek itu segera tersadar dari syoknya. Mukanya masih pucat banget dan dia nggak berani untuk mengangkat wajahnya.
Kalau gue tanya, dia cuma bisa ngangguk sama menggelengkan kepalanya. Gue jadi kasian. Ketemu sama Prisil aja kejadiannya udah begini, gimana nanti kalau dia ketemu sama Fabi? Eh... gila. Mana Sakura nggak tahu keberadaan Fabi yang sudah bebas, lagi. Gawat deh.
“Ra, mau minum lagi?”
Sakura menggeleng.
Tuh kan. Trus sekarang gue harus akting apa lagi nih kalau Sakuranya aja kayak begitu? Kalau begini, Prisil juga nggak akan pergi-pergi sebelum yakin gue sama Sakura beneran pacaran.
“Athaaaaaa....”
Ah. Suara Zia. Dan seketika sebuah tangan merangkul gue dengan mesra. Waduh, waktunya nggak tepat banget sih.
“Eh, Zia...” Gue menyapa balik dengan raut wajah kaku. Perlahan, tangan gue menurunkan tangannya dari pundak gue.
Reaksi Zia? Jelas dia terkejut. Dia bingung. Dan kayaknya dia bakalan marah besar sama gue. Tapi ini taruhannya rambut Sakura bakalan dijambak lagi loh. Bahkan mungkin tubuhnya Sakura bakalan ditusuk-tusuk. Zia juga nggak bakalan mau kalau Sakura digituin, kan!?
“Sil, sampe kapan mau di sini?” tanya Amboi dengan nada pelan.
Saat itu juga Zia baru menyadari kehadiran Amboi dan Prisil di sana. Kedua matanya terkejut.
“Prisil?”
Gue mendengar Awan menyebutkan nama prisil dengan kaku. Di sebelahnya muncul Ruth yang sedang minum es kelapa.
“Sampe gue yakin.” Katanya tegas.
Badai menunduk pasrah. Lalu dia melirik gue, memberikan tanda supaya gue menyelesaikan ini semua dengan cepat. Lah kenapa gue? Gue kan niat bantuin doang. Ini terjadi kan gara-gara si Badai juga.
“Ra, balik yuk ke mobil. Kamu istirahat di sana biar enakan. Di sini kan panas,” ucap gue sambil mengelus-elus rambut Sakura dengan sayang. Lalu setelah melihatnya mengangguk, gue membantunya berjalan sampai parkiran.
Tuhan. Sekarang Zia pasti cemburu banget. Meskipun Sakura adalah sahabatnya, Zia paling nggak suka ngeliat gue deket sama cewek lain, apalagi sampai perhatian kayak begini. Trus gue harus gimana dong?
***
Keadaan di dalam mobil sunyi kayak di kuburan. Bahkan kayaknya kuburan lebih menyenangkan dari pada suasana mobil ini. Badai diam. Zia diam. Sakura diam. Awan diam. Dan gue juga diam. Satu-satunya manusia yang nggak kena masalah hari ini ya cuma Ruth. Dia sih enak, nyanyi-nyanyi sambil makan keripik. Lah gue?
Gue menghembuskan nafas aja kayaknya udah berisik banget. Apalagi ikut makan keripik bareng sama Ruth? Lagian itu nggak mungkin sih. Kan gue nyetir nih. Udah gitu keripiknya ada di Ruth yang duduk di belakang. Tangan gue mana nyampe ke belakang buat ngambil keripik.
Mana pake macet segala, lagi. Kan tambah lama nyampenya.
Awan sibuk dengan lamunannya dan tangannya yang bergerak mengganti channel radio di mobil. Gue menengok ke belakang. Ruth dan Zia juga ketiduran. Tapi yang di belakang luar biasa sekali. Mata gue sampe membulat seperti bakso. Enak banget itu Badai. Si Sakura tidur juga, tapi tidur di pundaknya Badai. Udah gitu tangan si Badai pake ngelus-ngelus rambut Sakura, lagi.
Badai sendiri nggak sadar gue liatin. Soalnya dia lagi ngeliat ke luar jendela dengan pandangan kosong.
Di luar memang rintik-rintik tanda mau hujan. Jadi posisi paling enak adalah Badai. Dan posisi paling nggak enak adalah gue. Udah disuruh nyetir, dicuekin Zia, kelaperan nggak dapet makan, dan malah duduk sebelahan sama monster nyebelin kayak si Awan.
Duh... nasib... nasib...
***
Setelah sampai di rumah Ruth, semuanya turun. Kecuali gue, Zia dan Sakura. Tadinya Badai niat nganterin Sakura pulang, tapi kondisi kayak begini, mana mungkin Sakura mau. Awan rumahnya nggak searah sama Sakura. Jadi gue adalah satu-satunya orang yang bisa nganterin Sakura pulang.
Setelah Sakura turun dan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya pada gue, suasana mobil kayak di kuburan lagi.
Setiap kali gue ajak ngobrol, Zia cuma bisa menggumam atau nggak ngangguk doang. Gue yakin seratus persen kalau dia lagi marah sama gue. Mukanya udah bete berat dan berada di dalam satu mobil yang sama dengan gue bikin dia tambah bete lagi.
“Zi...”
“Hmmm?”
“Kamu marah?”
“Enggak.”
“Trus kok diem aja sih?” tanya gue dengan kening mengerut.
“Hmmm...”
Gila. Nggak niat banget jawabnya. Gini ya cewek, kalau ditanyain kenapa malah nggak jawab. Kalau nggak ditanyain makin ngambek. Pingin bunuh diri rasanya kalau begini.
“Zi...”
“Hmmm?”
“Kamu nggak jawab pertanyaan aku. Kenapa kamu diem aja?”
“Nggak kenapa-kenapa.”
“Beneran? Muka kamu udah kusut banget kayak jemuran belom digosok.”
“Hmmm...”
Kampret. Diem aja deh gue. Ngomong lagi juga salah.
Sampai di depan rumah Zia, dia langsung turun begitu aja. Kalau masih baikan sih ya cipika-cipiki dulu lah ya. Kalau sekarang? Jangankan cipika-cipiki, senyum aja nggak dikasih. Mana pintunya dibanting, lagi.

Nasib hari ini sial banget kayaknya.
Tugas Softskill Ilmu Sosial Dasar
Dosen : Bu Nahdalina
Nama : Rindang Rahastri Pratiwi
NPM : 19114427
Kelas : 1KA12

PERBEDAAN STRATA EKONOMI


Stratifikasi ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan. Stratifikasi ekonomi mendasarkan pelapisan pada faktor ekonomi. Jadi, orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan ekonomi dalam jumlah besar akan menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak mampu akan menduduki lapisan bawah. Dengan demikian, kemampuan ekonomi yang berbeda menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi.
Golongan masyarakat yang menduduki lapisan atas dalam stratifikasi ekonomi, misalnya pengusaha besar, pejabat, dan pekerja profesional yang memiliki penghasilan besar. Sementara itu, golongan yang menduduki lapisan sosial paling bawah, antara lain gelandangan, pengemis, pemulung, dan buruh tani. Stratifikasi ekonomi bersifat terbuka karena memungkinkan bagi masyarakat untuk pindah ke lapisan sosial yang lebih tinggi jika mampu dan berprestasi.
 Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat.

Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan criteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelaskelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.

1) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan berikut ini.
a) Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.
b) Petani pemilik tanah antara 1–2 hektar.
c) Petani pemilik tanah antara 0,25–1 hektar.
d) Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.

2) Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka yang menyewa dan menggarap tanah milik petani pemilik tanah yang biasanya menggunakan sistem bagi hasil.

3) Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para pemilik tanah, petani penyewa, petani penggarap, atau pedagang yang biasanya membeli padi di sawah.

1)      Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:  
1 = golongan sangat kaya
2 = golongan kaya
3 = golongan miskin
a.       Golongan pertama
merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
b.      Golongan kedua
merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
c.       Golongan ketiga
merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.

2)      Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk  didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.

3)      Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)



a)      Kelas sosial pertama (Upper-upper class) : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
b)      Kelas sosial kedua (Lower-upper class) : belum lama menjadi kaya
c)      Kelas sosial ketiga (Upper-middle class) : pengusaha, kaum profesional
d)     Kelas sosial keempat (Lower-middle class) : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor, pengrajin terkemuka
e)      Kelas sosial kelima (Upper-lower class) : pekerja tetap (golongan pekerja)
f)       Kelas sosial keenam (Lower-lower class) : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.

4)      Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1.    Kelas puncak (top class)
2.    Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
Kelas menengah ekonomi (economic middle class)
3.    Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)

4.    Kelas bawah (underdog class)


 Source : 


Ardiyanti Zia


Jalan sama Awan? Ya. Sekarang aku jalan sama Awan. Sadar nggak sih aku??? Ini Awan loh. Cowok yang pernah kutaksir dan bikin aku nangis kejer gara-gara tau dia sukanya sama Prisil.
Bukannya nggak mungkin aku jalan sama Awan, tapi yah... You know, aku udah punya Atha. Bisa mencak-mencak kalau dia tahu aku jalan sama cowok yang pernah kutaksir.
Tapi masa bodolah. Toh kita emang lagi berantem. Dia duluan sih yang nyulut api. Eh enggak deng.. Aku duluan. Gara-gara aku berpikiran sempit. Tapi serius deh... ini kan nggak semuanya salahku. Ini juga salah pak polisi dan Fabi. Yaaah you know what...
“Zia?”
“Hmmm?” Aku menoleh.
“Lo kenapa?”
“Gue?” Aku mengernyit. “Gue nggak kenapa-kenapa. Emangnya kenapa?”
Awan tersenyum simpul. “Dari tadi lo diem aja. Ada masalah?”
Ada sih. Masalahku sama Atha. Tapi nggak mungkin kan aku cerita-cerita sama Awan soal Atha? Mau ditaruh mana mukaku?
“Nggak ada kok.” Aku ikut tersenyum.
Drrttt.... drrtt...
Sial. Ponselku bunyi lagi. Ini pasti dari Atha.
Dengan malas, kurogoh tas kecil berwarna hijau di pangkuanku dan mengambil ponsel. Kulihat layar di ponselku. Tuh kan benar... dari Atha.
Aku lagi bete berat sama Atha gara-gara waktu terkahir kali dia mengantarkanku pulang, dia malah nyuekin aku. Aku tahu aku salah, makanya sehabis diantar Atha, aku langsung mengiriminya sms dan mengatakan bahwa aku menyesal, tapi tetap tidak bisa memberitahu Sakura soal Fabi. Bukannya dibalas, dia malah nyuekin aku. Makanya aku bete sekarang.
Sekali tekan, ponselku langsung begetar dan muncul gambar robot android berwarna hijau yang unyu banget. Lalu memasukkannya ke dalam tas lagi.
“Kenapa ponselnya dimatiin?”
Ups. Aku ketahuan. Aku nyengir dan melirik Awan dengan perasaan malu. “Eng... lagi nggak mau dihubungin orang aja.”
Awan langsung tertawa geli. “Ooooh.... ceritanya ini beneran kencan ya?” Awan menyeringai. “Akhirnya, kencan dari gue diterima juga.”
Mendengar itu, aku langsung menghela nafas panjang. Salah ngomong deh. Aku juga nggak bisa jujur soal Atha. Yah, biarin aja deh Awan menganggap bahwa ini kencan. Toh, nggak ada salahnya.
***
Setelah nonton film romantis-humor di bioskop, Awan malah menggiringku mengelilingi mall. Aku sih ikut saja, cewek mana yang nggak bersedia diajak mengelilingi mall untuk cuci mata?
Kami berhenti di sebuah toko pernak-pernik aksesoris. Awan menarikku ke deretan gelang. Lalu memilih-milih gelang dengan kening berkerut. Satu menit kemudian dia mengangkat tangannya dan menghela nafas panjang.
“Gue nyerah deh buat milihin gelang cewek. Semuanya bagus.” Awan menatapku. “Lo yang pilih, gue yang bayar.”
“Hah...?” Sesaat aku hanya bisa bengong.
Tapi tangan Awan langsung terulur padaku dan menyuruhku memilih ratusan gelang di depanku.
“Tapi...”
“Kenapa?” Awan menatapku bingung. “Nggak mau gelang? Apa mau kalung?”
“Nggak usah, Wan. Nggak usah dibeliin. Gue lagi nggak pingin beli aksesori kok.”
Raut wajahnya berubah menjadi masam. “Ayo dong!” rajuknya. “Satuuuu aja. Hadiah dari gue.”
“Hadiah?” Alisku menyatu.
“Lo lupa ya kalo sebentar lagi lo ulang tahun?” Awan menatapku lekat.
Sedetik kemudian aku langsung terdiam. Aku benar-benar lupa. Lagian ulang tahunku nanti nggak bakalan spesial gara-gara Atha nggak ada. Mana sekarang kita lagi berantem, mana sempet dia ingat hari ulang tahunku?
“Lo beneran lupa?” Awan menatapku tak percaya, sementara aku hanya bisa nyengir saja.
“Lagian nggak penting-penting amat kok.” Aku berusaha menanggapinya dengan santai. Meskipun di dalam hatiku, aku merasa sakit.
Awan hanya bisa menghembuskan nafas beratnya sambil menggandeng tanganku. Dia mengambil salah satu gelang di sana yang memiliki liontin huruf Z dan ada liontin bintang di sana.
Setelah itu, kami menuju kasir. Awan meminta dibungkus dengan kotak berwarna hijau dengan pita manis di atasnya.
“Jangan anggap ulang tahun lo nggak penting.” Awan berkata dengan nada beratnya. “Lo tau, hari itu adalah hari spesial buat lo. Jadi nggak mungkin hari itu bukanlah hari penting buat lo.”
Aku tertegun. Sorot mata Awan yang pernah kulihat dulu kini kembali lagi. Sorot mata yang kusukai sebelum sorot itu berubah saat mengenal Prisil.
Ya Tuhan... ada apa denganku? Ini tidak benar. Kenapa rasanya Awan begitu sangat baik denganku?
“Ini buat lo. Kado pertama dari gue.” Awan memberikkan kotak yang dibawanya pada gue. Dia tersenyum.
“Kado pertama?” Aku mengernyit.
Jangan bilang kalau Awan berniat untuk memberikan kado berikutnya? Ya ampun! Ini Awan loh. Awan kan temen kamu sekarang, Zi. Jangan macam-macam deh! Kalau Atha tahu...
Kalau Atha tahu? Aku langsung bete berat. Bodo amat deh kalau dia tahu. Salah siapa marah-marah sama aku!
“Kado selanjutnya, tunggu ya...” Awan tersenyum misterius. “Makan yuk! Laper nih.” Lalu tangannya menggenggam tanganku dan menggiringku menuju tempat makan.
Kenapa rasanya aneh ya? Ini rasa... apa bersalah? Atau... yang lainnya?
***
Mataku menangkap sosok yang sedang bersedekap dan menatapku dengan tatapan tajamnya. Tidak diragukan lagi kalau orang itu pasti kesal bahkan marah padaku. Tentu saja.
Dengan malas, aku berjalan menuju gerbang rumahku dan mengabaikan keberadaannya. Masa bodo banget deh. Yang penting sekarang aku mau tidur, karena mataku rasanya berat banget.
Tapi aku merasakan tanganku ditarik olehnya, membuatku terpaksa untuk mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam rumah.
“Dari mana?”
Aku mendesah panjang. “Kamu tau aku dari mana. Jadi nggak usah nanya.”
Genggaman tangannya di tangaku menguat. Dia pasti marah besar karena aku bersikap seperti itu.
“Kenapa kamu nggak angkat telfonku?” Suaranya mengeras. “Pake dimatiin segala, lagi!” desisnya kesal. “Seneng jalan sama Awan?”
Mataku menatapnya lekat. Seakan menantangnya. “Kalo aku seneng jalan sama Awan gimana!?” sentakku kesal.
Gerahamnya mengeras. Ia melepas genggamannya padaku dan menatapku dalam. “Kalo kamu lebih seneng sama Awan, kita putus aja.”
DEG.
Pu-putus? Apa dia bilang? Putus? Dia kira segampang itu mengatakan putus?
Aku yakin mataku sudah memerah. Rasanya aku pingin nangis sekarang juga. Tapi aku malu harus nangis di depan Atha. Apalagi gara-gara Atha bilang putus.
“Putus? Kamu kira ini salah siapa?” Aku memiringkan kepalaku.
“Kamu tau kamu salah.” Atha berkata datar.
“Iya, aku emang salah. Tapi kenapa kamu marah? Aku bohong sama Sakura, bukan sama kamu!” ucapku dengan nada gemetar. “Kamu suka sama Sakura?”
Itu adalah pertanyaan sebenarnya dari dalam lubuk hatiku. Aku terus bertanya-tanya perihal kemarahan Atha padaku. Aku memang salah, tapi dia sangat berlebihan. Jadi entah bagaimana, pikiranku langsung tertuju pada pemikiran bahwa Atha sebenarnya menyukai Sakura.
Itu tidak salah. Bahkan tidak mengherankan. Apalagi Sakura adalah teman sekelas Atha dulu. Sedekat apa mereka dulu, mungkin aku nggak tahu. Karena Sakura juga nggak pernah cerita soal Atha.
“Kamu ngomong apa sih!?” Atha mengernyit. “Aku suka Sakura? kamu gila ya?”
“Kalo emang kamu nggak suka sama Sakura, kenapa sih kamu selalu lebih mentingin perasaan dia dari pada perasaanku!?” cecarku frustasi.
“Aku nggak pernah mentingin perasaan siapa pun! Yang aku mau, kamu jujur!”
Sial. Aku malah menangis. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan emosiku sekarang.
Kuhapus setiap air yang berlinang di pipiku sambil sesenggukan. Kurasakan sebuah tangan terulur dan mendekapku ke dalam pelukan. Aku kembali menangis.
Aku nggak mau putus. Aku nggak mau putus sama Atha. Aku sayang banget sama Atha. Sayang banget....
“Maafin aku kalau aku terlalu keras sama kamu,” bisiknya di telingaku. “Tapi cukup nyuekin aku aja, tolong jangan kamu kasih perhatianmu itu ke Awan. Aku benci.”
Kedua tanganku langsung melingkari pinggangnya. Aku yakin sekarang kemejanya basah karena air mataku.
“Tapi aku belum siap bilang sama Sakura.”
“Aku tunggu...”
***
Tin... tin...
Ah! Itu klakson mobil Atha.
Hari ini kami dan yang lainnya janjian untuk jalan bareng ke ragunan. Entah mau apa. Yang jelas kami rasa kami perlu menghabiskan sedikit waktu yang kami punya untuk bersama.
Sambil berlari kecil, aku memakai jaket warna hijau lumutku dan tas kecil dari kulit kesukaanku.
Sampai di depan gerbang, kulihat Atha sudah siap dengan kemeja hitam rapinya. Rambutnya yang agak ikal disisir dengan rapi dan sebuah senyum tercetak di wajah manisnya. Uh! Atha ganteng banget sih.
“Hai.” Aku melambaikan tangan.
Atha langsung mencium pipiku seenak jidatnya. Menciptakan semburat merah di kedua pipiku.
“Ih, pake cium-cium, lagi!” desisku keki.
“Tapi suka, kan!?” gerlingnya nakal. “Yuk, pergi. Anak-anak udah kumpul di rumahnya Ruth.”
Aku mengangguk sambil menyambut Atha yang membukakan pintu untukku. Romantis banget sih dia pagi-pagi gini. Jadi pingin mukul, eh pingin meluk maksudnya.
“Sakura?” Kedua alisku menyatu.
“Sakura udah di rumah Ruth.” Atha menjawabnya dengan senyuman.
Baiklah. Rasanya kemarin aku berlebihan. Sampai membawa Sakura ke dalam permasalahanku. Padahal Sakura tak tahu apa-apa. Aku memang sahabat yang kurang baik.
Kami berenam memutuskan untuk memakai mobil Atha untuk pergi jalan-jalan. Entah ide siapa, yang jelas jadinya sih begitu. Meskipun Badai dan yang lainnya juga membawa mobil, tapi mobil mereka terpaksa diparkir di garasi Ruth yang lebar banget.
***
“Gue duduk di tengah bareng Sakura!” ucap Ruth saat kami sedang mendiskusikan tentang tempat duduk. “Anak cowok di belakang aja sana.”
Awan mendengus. “Nggak mau. Di belakang panas!”
“Lo kira mobil gue ini angkot!?” Atha mengomel. “Enak aja bilang mobil gue panas.”
“Maksud gue, kalo di belakang, gue nggak kebagian AC.” Awan menjelaskan dengan bibir mengerucut. “Elo sih enak. Duduk di depan. Bareng Zia, lagi.”
Waduh. Kenapa aku dibawa-bawa? Padahal kan dari tadi aku diam saja. Aku tak berniat mengganggu mereka mendiskusikan tempat duduk. Pokoknya hal yang sudah tertera jelas adalah aku duduk di depan bareng Atha. Titik.
Sakura menguap. “Lama-lama gue duduk di spion juga nih!” gerutunya.
“Ide bagus, Ra!” Aku langsung menjentikkan jari. “Sana gih duduk di spion. Biar Awan sama Ruth di tengah. Badai di belakang sendiri.”
“Duduk di belakang aja, Wan. Nggak usah permasalahin AC deh. Kayak lo bakalan mati aja kalo nggak dapet AC.” Badai berkata santai. Dia malah langsung nyelonong masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi paling belakang.
Dari tadi tingkah Badai memang aneh. Seakan pura-pura nggak peduli dengan yang ada di sekitarnya. Padahal dia jelas-jelas peduli.
“Nggak. Enak aja gue duduk di belakang!” Awan protes.
“Tapi gue nggak mau duduk bareng lo! Gue maunya duduk bareng Sakura!” Gantian Ruth yang protes.
Ruth memang rada-rada sebal dengan Awan saat kejadian lalu. Awan memang sinis banget sih waktu itu. Mana pake belain Prisil segala. Padahal Prisil kan pelaku kejahatan yang sebenarnya.
Setelah berdebat cukup lama dan panjang, akhirnya sebuah keputusan dipilih oleh kami serempak. Meskipun agak-agak aneh, tapi kami harus menerimanya dengan lapang dada.
Awan duduk bersama Atha di bagian depan. Aku dan Ruth di tengah. Tentu saja, Sakura dan Badai akhirnya di belakang.
Bukan apa-apa, sebenarnya tadi aku mau duduk bareng Badai di belakang, tapi si Manusia Badak malah ngomel-ngomel dan berkata aku tidak boleh duduk dengan cowok lain selain dirinya. Otomatis aku hanya punya dua pilihan, duduk bareng Sakura atau bareng Ruth.
Sementara itu, Ruth nggak mau duduk di belakang. Alasannya sama kayak Awan. Yah, meskipun mereka berantem terus, ternyata mereka tipikal yang sama. Takut nggak dapat AC.
Kalau Awan, udah tau sendiri dia nggak mau duduk di belakang dan nggak dapat AC. Ruth juga nggak bersedia duduk bareng dia. Otomatis Atha harus mengalah dengan membiarkan Awan duduk di sampingnya. Meskipun rada lucu, Atha tetap menjaga emosinya agar tidak terlihat cemburu-cemburu banget sama Awan.
Aku melirik ke belakang dengan ujung mataku. Sakura dan Badai sama-sama terdiam. Mereka terlihat canggung. Duh... aku jadi kasian sama Sakura.
"Badai?"
"Ya...?"
"Bisa geser sedikit?"
Lalu kudengar suara Badai menggeser posisinya.
"Badai...?"
"Ya...?"
"Maaf tapi sepatu lo nginjek sepatu gue."
"Ups. Sori."
Hening sebentar sampai aku tak mendengar suara dari belakang. Kufokuskan untuk melihat ke depan. Tapi fokusku hancur seketika saat Sakura mulai berbicara lagi.
"Badai...?"
Aku mendesah panjang. Gerah juga sama kecanggungan yang ada.
"Ra, coba nggak usah panggil-panggil nama Badai seolah lo baru kenal dia...," gerutuku kesal. "Kalo kenapa-kenapa, lo langsung jitak aja kepalanya."
"Hah?" Sakura malah melongo.
"Kamu tuh ya... feminin dikit kek kayak Sakura. Apa-apa langsung nyiksa orang."
Huh.. lagi-lagi si Manusia Badak membahas soal feminin. Baiklah, aku emang petakilan atau pecicilan, nggak ada femininya. Tapi Sakura nggak jauh beda kok sama aku.
Emang sih sifat dan sikap Sakura belakangan ini aneh banget. Yaaah... Sakura agak pendiam dan nggak bawel seperti dulu. Dia malah lebih suka diam di tempat padahal dulu dia nggak bisa berhenti bergerak bahkan dalam tidur.
"Iya deh. Kenapa kamu nggak pacarin Sakura aja?"
Hening seketika.
Aku keceplosan lagi deh. Abis kalau dibanding-bandingin kayak gitu siapa yang nggak risih dan kesel? Aku juga kan punya hati.
"Kalo gitu boleh dong gue pedekate sama lo?" Awan nyeletuk.
Atha langsung menggeram. "Lo berani pedekate sama cewek gue, gue bikin perkedel lo!" ancamnya.
"Kalian ini... udah tau ada cewek cantik nganggur di sini, malah godain yang udah punya pacar." Ruth mengerucutkan bibirnya. Kami menyambutnya dengan ekspresi mau muntah.
"Lagian Ara kan sukanya sama gue."
"Idih pede gila lo!" sembur Ruth pada Badai.
"Bener kok, Ruth." Sakura malah membela Badai. "Tapi dulu."
Lalu kami tertawa terbahak-bahak.
Badai malah terdiam. "Serius?" tanyanya dengan ekspresi serius.
Kami jadi terdiam karena reaksi Badai.
"Serius cuma dulu? Sekarang udah enggak?"
"Hmmm..." Sakura menggumam.
Aku tahu meskipun gumamman itu terdengar sederhana tapi luka yang durasakan Badai pasti besar kan? Ah aku ini ngomong apa. Badai kan sukanya sama Prisil. Tapi... belakangan ini Badai memang lebij perhatian sama Sakura. Apalagi sebelum perpisahan waktu itu. Apa itu cuma perasaanku saja ya?

***
Lucu.
Aku terjebak di keramaian dan terpisah dengan rombongan lain. Sekarang aku malah berduaan dengan Awan.
Sedari tadi Awan menggenggam tanganku. Katanya sih takut aku hilang juga. Padahal kalau aku hilang aku tinggal menghubungi yang lainnya. Nggak mungkin banget deh aku hilang di tengah-tengah perjalanan asik begini.
"Haus nggak?"
Aku hanya mengangguk lemah saat ditanya begitu. Sudah pasti aku haus, pake banget malah. Bayangin aja aku dari tadi mencari rombongan yang lain tapi nggak ketemu juga. Mana matahari sedang terik-teriknya, lagi.
"Eh di situ ada tukang es. Mau?"
"Mau!" jawabku dengan lantang.
Awan tertawa dan menggiringku ke tempat si tukang jualan es berada.
Uh... melihat warna merah dengab tetesan air di sekelilingnya membuatku jadi tambah haus bukan main. Rasanya aku ingin menyomotnya dari tukang es itu. Sayangnya itu punya orang lain. Anak kecil pula. Nggak mungkin kan aku berantem merebutin es itu sama anak kecil???
"Ini Neng esnya."
Saat tukang es itu menyodorkan segelas es aku langsung mengamitnya. Lalu menyedotnya hingga setengah gelas.
Lagi-lagi kudengar Awan tertawa geli melihat kelakuanku.
"Lucu banget sih."
Aku tersipu.
"Lo mau nambah minum lagi?"
Kontan aku menggeleng. Gila aja kalau aku nambah lagi. Bisa-bisa perutku kembung!
"Ya udah kalo gitu. Cari makan yuk!" ajaknya. "Kayaknya kita nggak bakalan ketemu sama anak-anak deh."
Duh... makan berdua sama Awan? Aku sih nggak menolak. Soalnya perutku emang lapar banget. Tapi kalo ketahuan Atha, gimana jadinya?
"Enggak ah. Kita nunggu anak-anak aja dulu."
Kriuk...
Sialan! Perut kurang ajar dan nggak tau diri! Bisa-bisanya di saat kayak gini malah membunyikan diri!? Malu, tau!
"Yakin?" gerling Awan menggodaku. "Kayaknya cacing di perut lo bentar lagi demo tuh."
"Tapi..." Aku menunduk pasrah.
"Elo takut sama Atha?" Awan terkejut. Sepertinya dia bisa membaca isi pikiranku.
"Dia bisa marah kalo..."
"Trus kalo lo nggak makan nanti lo pingsan, gimana!? Trus pingsannya lama banget dan otomatis tubuh lo nggak dapet asupan gizi yang cukup, trus organ tubuh lo berhenti kerja. Trus elo..."
"Awan!" Aku melotot. "Bisa nggak sih nggak bikin statement menakutkan kayak tadi!? Gue juga masih pingin hidup!"
"Makanya makan..."
"Tapi..."
"Aduh. Cium juga nih." Dia berkata keki lalu menarikku ke deretan tukang yang menjual makanan.
"Ketoprak atau gado-gado?" gumam Awan.
Aku melirik deretan tukang jualan di depan mataku. Gila! Ini sih dijamin enak banget deh.
"Gado-gado!" seru kami bersamaan. Kami saling memandang dan tertawa.
"Yuk masuk!" ajaknya. "Atha biar gue yang urusin."
Nggak pernah aku melihat Awan perhatian begini. Iya sih dulu kan perhatiannya cuma buat Prisil, tapi sekarang setelah mengetahui Prisil begitu kejam, pasti dong Awan nggak suka lagi sama Prisil. Lagian kan aku teman dekatnya, Awan harus baik-baik dong denganku.
"Bu es jeruknya dua ya!" seru Awan setelah kami memutuskan apa yang akan kami minum.
Lalu seorang bapak-bapak setengah baya, yang merupakan suami ibu tadi, datang menghampiri kami.
"Duh maaf Mbak, Mas, gado-gadonya tinggal buat satu orang."
Duh... ada aja ya cobaan kayak begini!?
Aku memandang Awan dengan raut wajah bingung. Lalu cowok itu tersenyum padaku.
"Ya udah, nggak apa-apa, Pak. Satu buat Mbak ini..."
"Wan?" Aku menatapnya dengab perasaan tak enak. "Masa kamu nggak makan sih!?"
Dia hanya mengangkat bahunya. "Perempuan itu harus diutamakan. Lagian lo kan lagi laper banget."
Lagi-lagi aku harus tersipu gara-gara perlakuan Awan yang kelewat lembut. Jadi inget sama Atha. Di mana dia sekarang? Kalau dia tau soal ini, marah nggak ya?  
Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram