Semanis Permen

0 Comments
Dia adalah cowok teriseng yang pernah Vivi kenal. Dia adalah cowok berbadan besar yang takut sama binatang yang pernah Vivi kenal. Dia adalah cowok berambut ikal dengan wajah tampan yang sanggup membuat jantung Vivi berdebar-debar tak keruan karena keisengannya membuat Vivi jadi keki sendiri.
Selama hidupnya, ia tidak pernah membayangkan akan jatuh cinta pada sosok itu. Sosok tampan yang digilai oleh cewek-cewek ganjen di sekolah.
Setiap sholat, Vivi akan berdoa dengan khusyuk agar perasaannya pada cowok itu hanyalah untuk sementara. Tapi lama kelamaan perasaan itu tetap ada dan malah membesar. Apalagi di saat-saat mendekati Ujian Nasional. Dia makin ketar-ketir dengan sikap cowok itu kepadanya.
Meskipun jail, cowok itu perhatian padanya. Di setiap ada tugas, cowok itu pasti bertanya padanya. Setiap kali mau nyari kunci jawaban, cowok itu akan mencarinya.
Namanya Vaji.
Cita-citanya sama dengan Vivi. Sama-sama ingin masuk akademi kepolisian. Sama-sama punya suara berat. Pokoknya mereka seperti takdir.
“Lo bawa jaket nggak?”
“Enggak. Buat apa emangnya?” tanya Bevla, teman dekatnya.
“Gue mau ngajuin berkas nih ke kepolisian. Tapi lupa bawa jaket. Mana jauh banget, lagi.” Vivi mendesah panjang.
BLASH.
Tiba-tiba saja sebuah jaket menutupi wajahnya. Ia menarik jaket itu dengan kesal. lalu dilihatnya orang yang berani-beraninya melemparkan jaket lusuh itu ke wajahnya. Vaji.
“Pake gih! Nanti lo masuk angin.”
Vivi langsung mencibir. “Minjemin sih minjemin, tapi nggak usah dilempar juga, kali! Bau, tau!”
Vaji melotot. “Kok songong? Balikin sini. Masih mending gue pinjemin, bukannya terimakasih malah ngatain jaket gue bau, lagi. Mau gue sate lo?”
Dalam hati Vivi berteriak senang karena Vaji perhatian padanya. Tapi Vivi nggak mau kegeeran dulu. Siapa tahu ternyata Vaji hanya menganggapnya sebagai teman dekat yang perlu dibantu.
“Iya deh, iya, maaf. Maakasih ya.”
“Nah gitu dong!”
“Kalian ini. Berantem mulu kayak orang pacaran!” komen Bevla sambil geleng-geleng. Lalu meninggalkan keduanya begitu saja.
“Eh... trus lo gimana? Lo nggak ngumpulin berkas ke kepolisian?”
Vaji nyengir. “Sekalian ya. Gue lagi ada perlu nih jadi nggak bisa ke sana. Gue nitip berkasnya sama elo yak.”
Vivi melengos. Pantas saja cowok itu mau meminjamkan jaketnya. Ternyata ada niat terselubung juga.
“Pantes ya lo jadi baik gitu sama gue.”
“Gue biasanya juga baik kok sama lo.” Vaji menyeringai lebar. “Gue baik. Setiap kali lo makan, gue bantuin abisin. Setiap kali buku tugas lo nganggur, pasti gue contekin. Baik, kan?”
Mendengar itu Vivi jadi naik darah. Apanya yang baik kalau begitu? Ia melotot dan bertolak pinggang. Sementara Vaji masih dengan seringai lebarnya.
Emang dasar cowok nyebelin yang sialnya ganteng banget!
***
“Ji, lo putus sama pacar lo? Yang anak kelas sepuluh itu?”
Bukannya menjawab, Vaji malah memalingkan wajah. Dari reaksinya, semua orang langsung tahu bahwa Vaji mengiyakan pertanyaan itu.
Vivi tahu ini bukan saatnya untuk bersenang-senang karena Vaji baru saja putus dari ceweknya. Tapi bagaimanapun juga Vivi merasa lega akhirnya Vaji bisa putus dari cewek ganjen yang masih kelas sepuluh itu.
“Kenapa putus?” Reno masih saja menyemburkan pertanyaan-pertanyaan yang pastinya akan membuka luka untuk Vaji.
“Ya gitulah. Dianya over protective tapi masih suka tebar pesona dengan cowok lain.”
Dasar cewek ganjen! Kasian kan Vaji disakitin kayak gitu, batin Vivi sambil memandang Vaji.
“Eh, Vi, gue denger-denger lo pernah suka sama Vaji ya?” Reno, si cowok nyebelin yang mulutnya nggak bisa berhenti ngomong itu, bertanya.
Seketika Vivi tersentak. Bagaimana bisa Reno tahu bahwa ia pernah menyukai Vaji. Tidak, ralat. Vivi menyukai Vaji, bukannya pernah. Dulu sekali dia tak pernah memikirkan tentang Vaji, dia malah memikirkan perasaannya dengan cowok lain yang ternyata satu kelas dengannya. Namanya Eros.
Gara-gara Eros berubah dan jadi nyebelin banget, Vivi jadi ogah naksir sama cowok itu lagi. Masalahnya, Eros itu selalu tebar pesona dengan cewek lain dan selalu saja bersikap sok keren. Berbeda dengan Eros yang dulu yang bisa membuatnya senyum-senyum sendiri.
Kalau untuk Vaji sendiri, gara-gara cowok itu selalu di dekatnya, selalu meminta bantuannya, selalu menjahilinya, lama-lama perasaan yang tak disangkanya muncul.
Vaji itu... meskipun kelihatan bandel, sebenarnya dia nggak bandel kok. Meskipun cowok itu punya perawakan preman, dia nggak seperti preman. Nyatanya dia cowok manis yang nggak pernah tega nyaikitin hati cewek. Kecuali hati Vivi, tentunya.
Kalau Vaji tahu perasaan Vivi kepadanya, apakah Vaji tidak akan menyakiti perasaan Vivi juga?
“Serius lo pernah suka sama gue?” Vaji malah terlihat terkejut.
“Eng... enggak kok.” Vivi menjawabnya dengan tergeragap.
Dia jujur. Dulu dia sukanya sama Eros, bukan sama Vaji. Tapi kalau sekarang sih... jangan tanya deh.
“Oh, kirain lo pernah suka sama gue.” Vaji nyengir.
***
Ting...
Vi, besok terakhir pengumpulan berkas ke kepolisian.
Seketika kedua mata Vivi langsung melotot. Dia kaget bukan main. Semua yang dipelajarinya untuk Ujian Nasional besok jadi hancur lebur seketika.
Pikirannya jadi nggak fokus dan rasanya Vivi mau menangis saat itu juga.
Waktu itu, Vivi ditelfon mamanya dan menyuruhnya untuk pulang segera. Jadilah Vivi tidak mengirimkan berkas itu ke kepolisian. Dan jika besok adalah hari terakhir pengumpulan berkas, Vivi harus pergi ke sana sepulang sekolah dan itu adalah hal mustahil.
Kantor kepolisian di Pemda tutup jam 3 sore. Sementara ia baru keluar dari ruangan Ujian Nasional sekitar jam setengah dua siang. Perjalanan ke sana menghabiskan waktu dua jam dan jika Vivi nekat, yang ada dia akan melihat pintu kepolisian sudah tertutup rapat.
Ji, lo nggak serius kan? Lo bercanda, kan?
Ting...
Ngapain gue bohong? Gue jujur lho. Gue baik ngasih tau lo nih.
Vivi mendesah panjang dan dia sudah tidak bernafsu untuk belajar apalagi makan. Cita-citanya untuk menjadi seorang Polisi Wanita kandas sudah.
Trus lo udah ngirim berkas emangnya?
Ting...
Belom sih. Hehehe...
Vivi mengernyitkan keningnya.
Kok lo santai begitu sih?
Oi!
Ji!
Bales dong!
Vaji!!!
Gue gorok lo besok kalo sampe bohong!
VAJI!!!
Vaji! Sumpah ya kalo lo ngerjain gue, gue doain lo nggak lulus ujian!
VAJI! Hiks :’(
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Vivi juga belum menyelesaikan pelajaran yang dibacanya untuk besok Ujian Nasional. Ini menyakut hidup dan matinya. Dia tidak akan bisa berkonsentrasi untuk Ujian Nasional.
“Mamaaaaaaa....” Akhirnya Vivi menangis sekencang-kencangnya.
***
“Udahlah, paling juga si Vaji bohong.” Bevla menenangkan. “Lagian gue kan juga mau daftar kepolisian bareng elo. Gue malah nggak denger pemberitahuan kalo tutupnya hari ini.”
Raut wajah Vivi sudah suram sejak semalam. Ada lingkaran hitam di matanya dan dia yakin seratus persen bahwa matanya bengkak gara-gara menangis.
“Vi, gimana? Lo mau ngumpulin entar pulang sekolah?”
Tiba-tiba Vaji sudah ada di depannya begitu saja.
“Nggak tau.” Vivi menggeleng sedih. “Nggak bakalan sempet.”
“Sabar ya.” Vaji tersenyum sambil menepuk bahu Vivi. “Tahun depan bisa daftar kok.”
Vivi memanyunkan bibirnya. “Nggak bisa. Tahun ini nggak boleh nggak kuliah. Jadi kalo gue nggak masuk kepolisian, gue bakalan masuk universitas.”
“Ya udah. Jangan dipikirin dulu.” Bevla menenangkan. “Hari ini kita harus fokus ujian.”
“Gue nggak belajar semalem gara-gara ini, tau!” ketus Vivi kesal. “Gue kepikiran. Mana bisa ujian dengan tenang. Hiks...”
***
“Gue bohong.”
Kedua mata Vivi melebar. Vaji memang sialan nyebelin banget. Bisa-bisanya dia bohong di saat-saat seperti ini?
“Sori, Vi.” Vaji menatapnya dengan raut wajah bersalah. “Nih gue kasih permen.” Vaji mengulurkan lolipop berwarna-warni ke arah Vivi. “Sekali lagi sori banget ya.”
“Lo kira gue mempan di kasih permen!?” desis Vivi kesal.
“Gue tau lo bukan anak kecil. Tapi gue beneran minta maaf. Gue nggak nyangka sampe bikin lo nggak konsentrasi belajar buat ujian.” Vaji menghembuskan nafas beratnya. “Hari ini ujian terakhir, gue rasa besok-besok nggak bakalan bisa ketemu lo lagi. Yaaah... kecuali perpisahan nanti.”
Rasa kesalnya berubah menjadi rasa bingung. Mendengar Vaji mengatakan bahwa dia tidak akan bertemu dengannya lagi itu rasanya aneh banget. Sepertinya ada rasa ngilu di dadanya.
“Maafin gue ya,” pintanya dengan nada memelas.
Vivi terdiam dan akhirnya mengangguk pasrah.
“Makasih.” Vaji tersenyum simpul. “Kalo nanti lo lulus ujian kepolisian, kasih tau gue ya. Gue akan selalu menunggu kabar dari lo.”
“Emang lo mau ke mana sih!?” tanya Vivi penasaran. “Lo ngomong udah kayak mau pergi jauh banget gitu.”
Vaji hanya menggeleng. “Nggak ke mana-mana kok. Gue tetep di sini.”
Vivi mengernyitkan keningnya. Ia tambah bingung dengan arah pembicaraan Vaji.
“Eng... kalo gitu gue pulang dulu ya...” Vivi berbalik badan meninggalkan Vaji di lorong sekolah.
Namun baru saja beberapa langkah, sebuah tangan menahannya untuk berjalan. Vivi menoleh dan mendapati Vaji di belakangnya.
“Kenapa?” tanyanya bingung.
Vaji memberikan lolipop itu ke tangan Vivi. Cowok itu tersenyum seakan tak ada hari esok. “Lolipopnya.... jangan lupa.”
***
Sudah setengah jam Vivi berguling-guling di kasurnya. Pikirannya melayang ke mana-mana memikirkan tentang pembicaraannya dengan Vaji yang agak aneh itu.
Lalu ia berenti berguling. Matanya menatap sebuah lolipop yang ia letakkan di sebuah gelas kaca di meja belajarnya.
Mau makan permen itu, tapi kok rasanya sayang banget ya. Kalau dimakan nanti nggak ada kenang-kenangan lagi dong dari Vaji.
“Duh... tanya siapa ya? Apa tanya Bevla aja ya?” Vivi menggumam sendirian. “Duh! Tapi Bevla kan... duh gimana ya? Jangan Bevla deh.” Vivi memutar otaknya. Lalu terlintas sebuah ide. Tangannya meraih ponsel di kasur lalu mencari-cari nama yang dicarinya. “Hubungin Mbak Rindang deh.”
***
5 Tahun kemudian...
Suasana di sebuah gedung penuh dengan ingar-bingar. Di dalamnya ada ratusan murid SMA yang bertemu kembali setelah sekian lama. Di depan gedung terdapat banner yang bertuliskan, “Reuni SMA Angkasa Angkatan 2011-2014”.
Sebuah mobil sport berwarna merah melintasi jalan di sana. Lalu berhenti di antara mobil-mobil yang lain untuk parkir.
“Kamu yakin nih masuk ke dalam?” tanya Rindang sambil melepaskan seatbelt.
Vivi mengangguk ragu-ragu.
“Jangan masuk kalau kamu ragu.”
“Tapi kalau aku nggak masuk, aku nggak ketemu dia dong.” Vivi memanyunkan bibirnya.
Rindang mendesah panjang. “Nanti kamu sakit lagi loh. Udah lima tahun nunggu dia dan kalau ternyata dia berubah gimana?”
Mendnegar itu, Vivi jadi ngeri juga. Bagaimana kalau ternyata Vaji berubah seperti yang terjadi pada Eros? Bagaimana jika Vaji menjadi orang yang menyebalkan dan aneh? Bagaimana kalau Vaji.... Vivi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha untuk mengenyahkan pikiran itu.
“Ya udah yuk masuk!” Rindang langsung turun dari mobil, diikuti Vivi dari sebelah kiri.
Keduanya melenggang masuk ke dalam dengan gaya anggun.
Sebuah kerudung cantik berwarna hijau tua dipadukan dengan warna merah muda melilit di kepala Vivi. Tubuhnya memakai gaun berwarna hijau tua yang sama dengan model yang eye-catching dan kakina dihiasi high heels berwarna perak.
“Aku ke sana dulu ya, Vi.” Rindang menunjuk ke arah teman-teman lamanya.
Vivi hanya mengangguk.
Setelah Rindang pergi, Vivi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Mencari-cari sosok itu atau setidaknya teman dekat yang dikenalnya saat SMA.
“Vivi?”
Vivi menoleh dan mendapai Reno bersama Bevla berada di belakanganya.
“Hei, apa kabar?”
“Baik dong!” Bevla tersenyum senang. Lalu memeluk Vivi untuk melepaskan rasa rindu. “Lo tambah cantik deh.”
“Makasih. Lo juga.” Vivi tersenyum membalas.
“Waaaah!!! Teman kita yang buruk rupa ini berubah jadi angsa yang cantik yaaaa?” Reno nyengir dan langsung dapat sikutan dari Bevla.
“Sialan! Lo dari dulu nggak pernah berubah ya?” Vivi mencibir kesal. Lalu kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari sosok itu di antara kedua temannya.
“Nyari siapa sih?” tanya Bevla penasaran. “Eros?”
Vivi mengernyitkan keningnya. “Enggak dong! Eros sih ke laut aja sana.”
Bevla tertawa. “Trus nyari siapa dong?”
“Nyariin siapa sih? Cowok ganteng udah di sini nih.” Reno malah menyombongkan diri.
Tapi Reno memang nggak salah. Dia termasuk tampan hari ini. Karena tampilannya jauh berbeda dari 5 tahun yang lalu. Reno terlihat lebih maskulin dan dewasa.
“Dia nyariin gue...”
Vivi menoleh dan mendapati sosok cowok yang dicarinya sejak tadi. Cowok itu tersenyum semanis permen. Cowok itu menatapnya hangat seperti mentari pagi. Cowok itu... cowok yang memberikannya lolipop yang masih disimpannya sampai sekarang.
Sekian tahun mencarinya, sekian tahun berusaha untuk bertemu dengannya, tapi ia tak pernah bisa.
Apa cowok itu masuk angkatan? Vivi tak pernah tahu. Cowok itu mungkin juga tak tahu juga bahwa Vivi masuk universitas dan gagal masuk akademi kepolisian.
“Selamat ya... gue denger sekarang lo kerja di bank swasta.”
Dia tahu. Dia tahu. Dia tahu. DIA TAHU.
Vivi menahan nafasnya sebentar saat cowok itu mendekat ke arahnya. Dia berharap bahwa hari ini bukanlah mimpi. Karena cowok itu... yang membuat kehidupan SMA-nya semanis permen.

Dedicated to Vivi, my precious and lovely cousin. Happy birthday, October, 3rd 2014. Sorry I’m late, sengaja. Mau nyiapain beragam kado, ciyeilah, baru deh ngucapin. Selamat ulang tahun yang ke 18 ya, ciye udah tua aja.
More wise, more beautifull, more diligent, be a good student, be a good people, don’t be lazy and always study for your future. We should meet after 11 months, okay? If you come back home, you should call me to meet J I hope all the things that you want become true. Love you more than ever you know...



You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram