Moments 01

0 Comments


Ardyanti Zia


Perkenalkan. Namaku Zia. Siswi kelas 10-IPS 2 dan sekarang aku berada di semester kedua. Aku bersekolah di SMA Angkasa yang sudah terkenal seantreo jagat raya. Mungkin aku terlihat berlebihan, tapi serius deh sekolah ini beneran terkenal.
Oh ya, aku punya sahabat yang kukenal sejak jaman orok karena kedua orang tua kami sempat tetanggaan sampai kami lulus SD. Nama sahabatku adalah Sakura. Kalian pasti pikir dia merupakan orang Jepang. Dia memang masih ada keturunan Jepang dari nenek buyutnya, tapi dia benar-benar bukan orang Jepang juga tidak begitu bisa Bahasa Jepang.
Oke. Aku terpisah oleh Sakura karena Sakura berada di kelas 10-IPA 3. Pasti kalian pikir aku ini bodoh banget sampai-sampai masuk IPS. Tapi kalian salah besar. Aku bukannya bodoh, tapi karena waktu pengisian minat jurusan aku terbius oleh omongan orang. Orang-orang mengatakan jika aku memilih IPS sebagai minat jurusanku maka aku bisa masuk IPA. Pasti kedengarannya bodoh dan aneh sekali kan? Ya, aku akui aku sedikit agak blo'on waktu itu. Bukan, bukan. Tapi aku terlalu polos. Bukan blo'on. Mana mungkin seorang Zia yang punya tatapan setajam elang bisa blo'on!?
Sekolah merupakan hal yang membosankan bagiku. Kenapa? Ya karena nggak menantang sama sekali! Aku heran dengan orang-orang yang begitu mengejar nilai bagus agar bisa dipandang baik oleh orang lain. Aku sih tidak masalah jika mereka melakukannya dengan usaha keras. Tapi bayangkan jika mereka yang bertampang sok polos itu ternyata busuk banget! Mereka melakukan segala hal agar unggul. Di SMA Angkasa banyak yang begitu. Tapi siapa pun yang melakukan hal curang di SMA Angkasa bakalan cepat lengser.
Itu karena aku mendengar gosip bahwa guru-guru SMA Angkasa sangat protektif terhadap anak pintar, anak yang tiba-tiba pintar dan anak yang biasa aja tapi nilainya gede banget. Mereka sadar sekali bahwa kecurangan di dalam hal nilai masih banyak dilakukan di kalangan pelajar, makanya mereka sangat jeli terhadap murid-murid SMA Angkasa.
"Hei!"
Ah lamunanku langsung buyar saat Sakura melemparkan buku biologinya yang tebal banget ke atas meja.
"Bisa lembut sedikit nggak sih?" Aku mendumel karena dia sebenarnya hanya kelihatan lembut padahal hatinya busuk.
Sakura nyengir. "Mau liat ramalan hari ini?" Cewek itu mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya.
"Coba liat bintang gue."
"Minggu ini..." Kedua alis Sakura menyatu. "Keuangan lagi nggak stabil."
Aku mendengus. "Tau aja kalo gue lagi bokek."
"Asmara... Minggu ini drama percintaan lo baru dimulai."
Mendengar itu aku langsung tertarik. Bukannya aku nggak laku, tapi dari jaman SMP aku hanya mau naksir-naksiran aja. Aku tidak suka hubungan yang terlalu serius dan membuat aku mengeluarkan air mata. Muak banget deh.
Beda dengan Sakura. Dia udah beberapa kali pacaran. Jadi dia udah berpengalaman. Aku juga udah sering mendengar drama percintaannya.
Waktu itu dia pertama kali pacaran. Nama cowoknya adalah Fabi. Tapi karena matanya belo banget, aku sering memanggilnya Beto. Kenapa bukan Belo? Itu karena aku salah ngomong dari Belo menjadi Beto. Yah semacam spiko gitu deh. Hahaha.
Oke balik ke si Fabi. Jadi sebenarnya Fabi ini menurutku biasa aja. Tidak tampan sama sekali. Kecuali hidungnya yang mancung itu. Aku heran, kenapa Sakura mau saja berpacaran dengan Fabi yang biasa banget. Padahal Sakura kan lumayan. Aku akui deh kalau dia sebenarnya manis. Cowok-cowok mungkin nggak akan nolak kalau dia tembak.
"Jadi... Berita besar apa ya yang bakalan gue denger." Sakura menunjukkan wajah sok berfikirnya.
Aku langsung menoyor kepalanya. Gini-gini sebenarnya aku lebih muda dari dia, tapi karena aku sudah terbiasa bercanda seperti itu jadi santai sajalah.
Sakura menatapku dengan bibir maju. "Jadi cewek tuh lembut dikit dong!"
"Emang lo lembut?" Aku mendelik kesal. Enak saja dia menyuruhku berprilaku sok lembut padahal dia sendiri nggak ada lembut-lembutnya.
Sakura mencibir tapi raut wajahnya kembali serius. "Lo lagi naksir orang ya?"
Aku yang sedang minum es jeruk tentu saja langsung tersedak. Mataku yang besar menatapnya dengan kesal. "Asal ngomong lo!"
"Kalo lagi naksir orang juga nggak apa-apa. Itu kan manusiawi." Sakura menyomot tahu goreng di depannya dan satu cabe rawit yang cukup montok. Lalu melahapnya seperti tukang kuli bangunan.
Iya deh si Sakura ini denger-denger dipanggil cewek ganteng sama teman-teman satu kelasnya. Lantaran punya kekuatan yang menyamai dengan kekuatan cowok. Aku juga percaya hal itu karena aku pernah jadi korban gebokannya waktu itu. Benar-benar kuat banget deh tu cewek.
"Maksud lo, gue nggak manusiawi gitu?"
Kelihatannya aku sensi banget. Padahal aku sebenarnya nggak sensi seperti ini. Mungkin karena aku lagi PMS.
"Enggak, Zi. Siapa yang bilang gitu? Elo yang bilang sendiri, kan?"
Okedeh aku ngaku kalah kalau debat sama Sakura. Jadi aku hanya diam saja sambil memakan mie goreng buatan Bu Parmi.
By the way, gimana dengan Badai?”
Aku melihat Sakura mengernyit kesal. Lalu dengan wajah yang bete luar biasa dia mengambil tahu lagi dan memakan dua cabe sekaligus. Akibatnya dia langsung kepedesan dan meraung-raung minta minum padaku.
“Nih.” Aku menyodorkan minum padanya. “Kenapa sih? Sensi banget sama Badai? Dikerjain lagi?”
Sakura memasang tampang keji ala pembunuh. “Lo tau nggak sih, kemaren gue disiram pake air? Mending kalau air bersih. Ini air es jeruk yang bekas dia minum!” Sakura bercerita dengan histeris. “Gila nggak tu anak!? Minta gue gebok! Gue kejar-kejar dia sampe dapet, alhasil gue malah nabrak dia. And you know how the ending happened...”
Aku langsung tertawa. “Pasti elo diledekin satu kelas. Iya, kan!?”
“Yaps. Dan parahnya, dia malah nyengir ke gue dan bilang dengan wajah polosnya kalau jalan liat-liat.” Wajah Sakura sudah merah padam. “Awas aja kalo tu anak berani gangguin gue lagi!”
“Ketulah loh, Ra.” Aku berkata dengan nada yang sok serius. Akibatnya Sakura malah menunjukkan ekspresi mau muntahnya. “Lagian dipikir-pikir, dia tuh mirip Sanji.”
Sakura langsung mengibaskan tangannya. “Beda jauh!” ketusnya. “Sanji itu ganteng, pinter nyanyi, baik hati dan lemah lembut! Beda sama si Badai yang nggak jelas, suka gangguin orang dan ganteng juga enggak!”
“Dia ganteng kali.”
Kulihat Sakura memanyunkan bibirnya. Menunduk dengan gaya pasrah. “Iya deh. Badai emang ganteng. Mata gue aja rada-rada soak.”
Dasar si Sakura. Dia selalu mengatai bahwa Badai tuh biasa aja. Padahl semua orang yang mendenga pernyataan Sakura langsung menjitak kepalanya lantaran dia bilang begitu. Aku juga sudah pasti menjitak kepalanya. Meski nggak seganteng Robert Pattinson, yang jelas Badai masih dalam kategori aman untuk ditaksir oleh cewek-cewek.
"Eh, Zi. Gue balik duluan ya." Sakura berdiri. "Gue ada tugas yang belum selesai nih. Sekalian mau ngegosip sama anak-anak." Sakura nyengir. "Nanti pulang bareng ya!"
Belum sempat kukatakan sesuatu, Sakura sudah ngeloyor pergi begitu saja. Dasar cewek tidak berperasaan. Kuli bangunan, lagi! Pokoknya jangan tertipu deh dengan tampangnya yang sok polos itu.
Lalu mataku menatap buku bilogi yang bertengger di atas meja. Oh sial! Tu cewek kuli ninggalin bukunya seenak jidat.
***
Pukul 06:25. Uh sial banget deh. Aku kepagian. Ini gara-gara Sakura yang ngajak bareng dan selalu datang sebelum waktunya. Cewek itu memang freak bangun pagi kayaknya.
Saat aku masih memakai seragamku dengan perlahan dan aku hayati dengan sepenuh hati, tu cewek mengirimkan sms dan mengatakan bahwa dia sudah ada di depan kompleks perumahanku. Gila aja! Itu masih jam 06:15, bro! Sementara jarak dari rumahnya ke rumahku memakan waktu sekitar 25 menit. Itu pun kalau nggak macet dan menaiki angkot super duper cepat yang supirnya adalah mantan pembalap internasional. Bayangkan saja jam berapa Sakura bangun!?
Kepagian ini dibuktikan dengan tidak adanya satu orang pun di dalam kelasku. Jadi dari pada bete karena nggak punya teman, aku langsung ngeloyor ke kelas Sakura. Untung kelasnya nggak begitu jauh. Jadi aku nggak bertambah bete karena kelasnya jauh banget.
Di 10-IPA 3 terlihat tiga orang yang sudah datang. Aku mengenali mereka sebagai Ify, Badai dan Sakura tentunya.
Di depan mataku, aku melihat Sakura sedang asik dengan buku novelnya, sementara di belakangnya terlihat Badai yang sedang mengacungkan gunting tinggi-tinggi dengan seringai lebar. Aku menyadari bahwa cowok itu kemungkinan besar akan mengerjai Sakura. Jadi aku buru-buru teriak...
"Ara! Badai mau motong rambut lo!"
Ketiga orang yang ada di kelas itu langsung menoleh ke arahku. Dan otomatis dua di antara mereka langsung menoleh ke arah Badai yang hanya nyengir kuda.
Mata Sakura yang udah sipit makin sipit saat menatap Badai. Dari raut wajahnya kelihatan banget kalau Sakura mau membunuh lalu memutilasi tubuh Badai dengan keji. Lalu dengan ancang-ancang mengejar penjahat, Sakura langsung berlari mengejar Badai yang udah lari duluan.
Aku jadi tambah bete. Jadi aku duduk di tempat duduk Sakura. Tepat di belakang Ify.
"Mereka berantem terus."
"Bukan berantem." Ify mengatakannya pelan. "Itu namanya bentuk perhatian."
Kedua bola mataku membelalak lebar. "Hah? Apaan? Gue kok nggak ngerti ya."
Ify hanya tersenyum. "Badai emang jail banget. Tapi itu dilakukannya supaya orang-orang tertentu memerhatikannya."
Aku hanya manggut-manggut.
"Gue sama Badai tetanggaan dari kecil. Jadi jangan berfikir kalau gue ini ternyata ada apa-apa sama Badai."
"Gue nggak nuduh lo punya hubungan sama Badai kok." Aku langsung membelalakkan kedua mataku. Heran deh. Padahal kan aku cuma mendengarkan ceritanya.
Ify mendesah. "Itu dia. Waktu itu, karena anak-anak tahu gue tetanggan sama Badai, mereka langsung ngatain gue naksir-naksiran sama Badai. Bete banget sumpah."
Pantes aja dia sensi begitu. By the way, aku udah nggak terlalu sensi karena PMSku sebentar lagi berakhir. Hahaha senangnya.
"Pelopornya Sakura." Ify melanjutkan ceritanya. "Setelah kejadian itu malah Sakura sama Badai yang jadi deket."
"Jadi sering berantem kali maksud lo!?" Aku melaratnya. Deket darimana? Berantem melulu sih iya. Tapi memang karena mereka sering berantem makanya mereka jadi makin dekat.
"Mata lo aja yang salah." Ify mengibaskan tangannya. "Anak-anak juga udah sadar kok kalau hubungan mereka nggak wajar." Ify mengecilkan suaranya. "Waktu kemarin... Anak kelas sebelah, Jennet, main ke sini. Dia terkenal karena bisa ngeramal."
"Iya. Itu gue juga udah tau kok."
"Anak-anak cewek yang suka ngegosip pada minta ramalan cinta dari dia. Mereka request tentang cowok-cowok di kelas yang kena cinlok."
Aku jadi semakin tertarik. Kenapa kemarin Sakura tidak menceritakannya padaku ya?
"Dan salah satu di antara mereka naksir Sakura. You know who."
"Tapi ramalan itu belum tentu benar, kan?"
Ify mengangkat bahu.
Tap. Tap. Tap.
Aku dan Ify langsung menoleh ke arah pintu. Ah aku kenal dia sebagai teman sebangku Badai. Namanya Awan. Pacarnya cantik. Anak kelas sebelah yang alim.
Lalu muncul lagi seorang cowok dengan rambut keritingnya. Tubuhnya menjulang tinggi dengan otot-otot yang besar. Dia pasti atlit. Tapi aku lupa namanya. Yang jelas dia cowok charming yang ditaksir banyak cewek di sekolah. By the way pacarnya itu kakak kelas yang pernah masuk tv. Ya semacam figuran gitu deh.
***
"Zi, boleh pinjem pulpen?"
Aku mendongak dan mendapati Raja berdiri menjulanh di depanku. Uh ganteng banget sih dia.
"Boleh." Aku mengangguk. "Ah elo biasanya juga ngambil tanpa permisi!"
Ups. Sifat asal cerocosku langsung kumat lagi. Aku emang nggak bisa jaga image di depan cowok-cowok ganteng supaya kelihatan lemah lembut. Aku kan bukan Sakura yang jago banget akting!
Raja langsung nyengir. "Kan harus baik-baikin yang punya. Biar acara pinjam meminjamnya berjalan dengan lancar."
Aduh gila Raja ganteng banget hari ini. Kacamata hitam membingkai kedua matanya yang tajam juga senyum manis yang menghiasi wajahnya. Sumpah! Dia kayak malaikat.
Okedeh aku ngaku. Raja ini teman sekelasku yang kutaksir. Siapa juga yang nggak naksir cowok seganteng itu? Sakura juga sebenarnya tahu kalau aku naksir Raja dan dia juga nggak heran kalau aku naksir cowok itu. Ya iyalah! Aku kan bukan Sakura yang suka naksir cowok-cowok aneh bin sableng.
"Kalo ada maunya pasti gitu!" cibirku.
"Thanks ya." Raja menepuk pundakku pelan dan langsung ngeloyor pergi.
Gini deh jadi cewek paling bawel di kelas. Nggak ada manis-manisnya. Jadi cowok-cowok yang deket sama aku kudu mikir berulang kali buat jadiin aku pacar. Udah gitu kata mereka prilakuku condong ke sifar cowok. Makin jauh deh cowok ganteng dari jangkauanku.
"Hai, Zi. Bengong aja..."
Aku langsung tersadar dari lamunanku saat sebuah tangan berwarna hitam berjalan-jalan di depan wajahku. Gila! Serem banget.
Orang yang ada di depanku saat ini adalah cowok paling menyebalkan dan pingin banget aku hindari. Sekalinya ada cowok yang berani deket sama aku, ya cuma cowok aneh bin sableng inilah yang berani deket sama aku. Udah gitu dia pernah menelfonku dan mengatakan bahwa dia mau ke rumah. Duh! Gawat banget, kan!?
Asal kalian tahu saja. Ayahku itu super duper menyeramkan. Dia paling anti sama yang namanya pacaran. Makanya dari SMP aku cuma berani naksir cowok, tidak sampai tahap berpacaran.
Balik ke cowok sableng di depanku. Namanya Bimo. Badannya nggak terlalu tinggi untuk ukuran cowok. Kulinya hitam dan dia punya kumis! Ajigile! Siapa yang nggak pingsan sama mencak-mencak kalau ditaksir makhluk sableng seperti itu!?
"Ngapain sih di sini?" Aku mulai melemparkan bom. "Sana urusin urusan lo aja."
"Ih, Zi, galak banget sih." Wajah cowok itu berubah memelas. "Niat gue kan baik. Menemani elo gitu. Apa mau gue nyanyiin lagu?"
Oke aku sadar banget kalau Bimo bisa main gitar dan suaranya nggak jelek-jelek banget. Apalagi aku anak padus yang otomatis suka musik. Tapi plis deh, ini Bimo bukan Raja!
"Nggak usah. Thank you. Pergi sana!"
Dan dengan wajah memelas dan rada-rada broken heart gitu Bimo.meninggalkanku sendiri.
***
Istirahat aku berkumpul dengan teman-temanku. Dora dan Vera. Aku memang paling dekat dengan kedua orang ini dan aku berharap pertemanan kami akan terus lanjut sampai nanti kami lulus SMA.
Seperti biasa, kalau cewek memang mulutnya nggak bisa untuk nggak bergosip. Mungkin kami bisa mati kalau nggak bergosip, atau hidup dalam kesuraman dan keterdiaman. Hahaha, lebay banget aku ini.
“Eh, tau nggak Badai? Anak 10-IPA 3 itu loh.”
Mendengar nama Badai, aku langsung menoleh. Itu teman sekelasku, namanya Cessa. Dia terlihat biasa saja menurutku, tapi dia memang nggak punya muka. Sudah tau tampangnya biasa saja, tapi dia naksir sama cowok-cowok ganteng di sekolah. Aku sampai heran padanya. Mending kalau ditaksir balik, kalau dilepehin kayak permen karet yang sudah tidak manis lagi gimana? Iyuh... aku jadi jijik.
“Kenapa?”
Di sebelah Cessa merupakan teman sekelasku juga. Namanya Amboi. Badannya pendek, yang otomatis tidak setinggi aku.
“Dia ganteng. Gue jadi naksir sama dia.”
“Yang rambutnya ke atas gitu, kan?”
Cessa mengangguk sambil tertawa seperti nenek sihir. “Ganteng, kan, dia?” Dia mengangkat kedua alisnya ke atas dengan raut wajah sombong.
“Eh, tapi bukannya dia deket sama Sakura ya?”
Raut wajah Cessa yang tadinya sombong banget langsung berubah menjadi wajah bengis. Membuatku jadi takut sendiri. Ajigile! Wajahnya kayak psikopat.
“Liat aja nanti! Siapa yang bakalan dapetin Badai. Dan siapa yang bakalan ngalahin siapa.” Lalu dia tertawa cekikian seperti nenek sihir lagi.
Setelah keduanya pergi menjauh, aku menoleh pada kedua temanku yang pastinya mendengarkan kedua orang tadi diam-diam.
“Cessa suka sama Badai?” tanyaku dengan bloon. Padahal tadi aku sudah mendengarnya langsung dari Cessa. Jadi, seharusnya aku tidak menanyakannya lagi.
Dora hanya mengangkat bahunya. “Dia kan emang begitu. Wajar aja kalau dia naksir Badai. Toh, Badai emang lagi terkenal belakangan ini.”
“Terkenal satu angkatan sih.” Vera mendesah. “Tapi kasian juga Sakura jadi kena imbasnya. Padahal dia kan nggak tau apa-apa. Cuma deket aja, belum tentu bakalan jadian, kan!?” Vera mengaduk minumannya dengan raut wajah prihatinnya. “Elo sahabatan sama Sakura dari kecil, kan?”
Aku mengangguk.
“Peringatin dia buat hati-hati. Banyak yang bakalan jadi musuh dia nanti.” Vera mnyedot jus jeruk di depannya.
“Bener tuh!” Dora mengangguk setuju. Badannya yang rada gembul dan pipinya yang tembem mebuatnya jadi lucu. “Belakangan ini, penggemar bisa berubah jadi psikopat loh.”
“Hush!” Aku langsung mengibaskan tanganku. “Jaman sekarang mana ada psikopat!?”
“Ada, tau!” Dora berkata ngeyel. “Sekarang turunannya Sumanto banyak di mana-mana. Hati-hati aja diterkam... KHAUUUWK.” Dora menirukan gaya harimau yang mengaung. Aku jadi tertawa lebar.
Tiba-tiba tawaku terhenti saat melihat sosok cowok yang menjadi teman satu kelas Sakura. Si atlit bertubuh kekar dengan wajah khasnya. Hidung mancung dan rambutnya agak keriting.
Kulihat dia sedang berjalan menuju mas-mas kantin yang umurnya masih agak muda. Dia memesan ketoprak ekstra pedas dan mengambil satu botol air mineral dari dalam kulkas. Lalu dia duduk sendirian padahal teman-temannya menganggil untuk duduk bersama.
***
Di parkiran aku melihat Sakura dengan wajah anehnya. Entah kenapa aku merasa wajah Sakura agak memerah. Apa itu hanya perasaanku saja?
"Hei, Ra. Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?" tanya Sakura dengan raut wajah bingung.
Ih aku jadi gemas. Jelas-jelas Sakira tidak seperti biasanya. Pasti ada sesuatu yang cewek itu pendam sendirian.
"Itu wajah lo udah kayak kepiting rebus." Aku menunjuk wajahnya dengan daguku.
Sakura seakan tersadar. Dia memegangi wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu menggeleng padaku. "Nggak apa-apa kok."
"Yakin?"
Tiba-tiba Sakura mendekat. Suaranya berubah mengecil dan wajahnya semakin memerah. "Kayaknya gue suka sama Badai deh."
Hah? Aku langsung melongo.


You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram