Love Song 2

0 Comments
“Elo kemana kemaren?” tanya Ridho saat Oji duduk di kantin dan menikmati jus orange-nya. Cowok itu terlihat biasa saja terhadap kejadian kemarin.

“Tadinya gue berangkat kuliah. Gue kan bangun telat tuh, pas di jalan gue ketemu sama semacam temennya mak lampir, yah nenek lampir kayaknya. Trus, karena gue udah bete dan males banget. Jadi gue mutusin untuk tidur di rumah lagi.”

Ridho langsung mengernyitkan keningnya. “Ketemu dimana? Tu nenek lampir serem nggak?” tanyanya dengan bego.

“Cantik sih, Dho. Tapi jahat banget sama cewek yang lebih cantik dari dia.”

“He?”

“Trus ya, Dho, kalo ngomong nyolot banget. Pake nendang kaki gue, lagi!” Oji bercerita dengan raut wajah serius. “Mana pake ngomelin gue trus ngatain gue sebagai pahlawan kesiangan pula!”

“He?”

“Menurut gue sih, Dho, tu cewek kayaknya ada masalah gitu sampe-sampe berbuat jahat. Kayak di pilem-pilem tuh, Dho. Biasanya yang cantik jadi yang jahat. Lho, kok gue jadi inget-inget dia lagi sih!?”

“He? Mana gue tau...” Ridho sampai pingin nyekek Oji rasanya. “Lo cerita panjang lebar bener. Gue sampe nggak ngerti sama cerita lo. Jadi inti ceritanya apaan?”

“Yah... kemaren gue ketemu nenek lampir, jadi nggak kuliah deh!”

“Lah? Kata elo tadi cantik ceweknya, kenapa elo panggil nenek lampir? Berarti tu cewek punya muka ganda dong?”

PLETAK! Oji ngelempar buku ke arah kepala Ridho dan mendarat dengan sukses di kepala Ridho.

“Lo kira si Hudson!”

“Abis, lo nggak konsisten banget sih! Cantik ya cantik, kalo nenek lampir berarti jelek dong!” Ridho langsung membenarkan pernyataan Oji.

“Terserah apa kata lo deh, Dho. Gue juga pusing maksud kita ngobrol begini apaan!”

“He?”

***

Pagi-pagi begini Oji sudah beraksi pergi ke kampusnya. Males juga di rumah. Nggak ada siapa-siapa kecuali pembantunya, satpamnya, dan pengurus rumah lainnya. Mama dan Ayahnya kan sudah pergi ke Australia.

Hari ini Oji memakai t-shirt putih dengan kemeja biru yang keren. nggak lupa dengan kendaraan kesayangannya motor putih merek Ducati yang setia menemaninya. Layaknya sahabat.

Saat Oji sedang duduk di salah satu taman kampus, matanya melirik salah satu mahasiswi yang sedang berjalan di koridor kampus. Cewek itu kan cewek yang dilihatnya dan yang hampir di tolongnya kalau nggak salah narik itu.

Dengan cepat, ia dekati cewek blasteran itu.

“Hei...!” Oji menepuk pundaknya dari belakang.

Cewek itu menoleh dan terlihat terkejut. “Oh, hai...”

“Elo yang kemaren digangguin sama preman kan!?”

BEGO! Oji lupa memakai bahasa yang mungkin akan mudah di mengerti si cewek. Masalahnya sekarang si cewek sedang mengernyitkan kening menunjukkan ketidak mengertiannya dengan pertanyaan Oji.

“Maksud saya, kamu kemarin yang diganggu sama free man kan?”

Halah! Ngomong kok ribet bener ya!

“Oh, iya, iya. I am troubled by the free man. Maaf ya, saya belum terlalu bisa bahasa Indonesia. Jadi, saya kadang menggunakan bahasa Inggris.”

“Oh, nggak apa-apa kok. Lo bisa belajar dari gue tentang Indonesia dan bahasanya. Supaya elo cepet ngerti.”

“Ha?”

BEGO!

“Maksud saya, tidak apa-apa. Mungkin saya bisa bantu kamu untuk belajar tentang bahasa Indonesia.” Oji langsung memperbaiki kata-katanya yang semrautan.

“Oh, terimakasih yah. Kamu orang baik. Kemarin saja kamu mau menolong saya.”

“Hehehe, kalau saya tidak salah narik saya pasti selamatin kamu. Oh ya, kamu ada masalah apa sama perempuan yang kemarin?”

“Oh...” Cewek itu langsung terlihat termenung. Memikirkan sesuatu dan itu membuat Oji yakin kalau cewek yang kemarin itu nggak main-main sama omongannya.

“Saya sudah berbuat kesalahan dengan dia.”

“Salah apa?” tanya Oji penasaran.

Cewek itu berjalan, Oji mengikutinya di samping. Yah, Oji sekarang terlihat seperti teman akrab si cewek saja. Padahal nama saja belum tau.

“Saya dekat dengan seseorang laki-laki, dan dia langsung memeringati saya untuk tidak dekat dengan laki-laki itu. Katanya, dia tidak suka.”

Tuh kan!? Oji emang nggak salah lagi mengira cewek itu jahat. Begitu aja dia langsung melabrak cewek blateran ini. Padahal, kalau cowok itu nggak suka sama dia, seharusnya dia nggak bisa begitu.

“She so wicked!” kata Oji sambil menepuk pundak cewek itu.

“Tidak, dia tidak jahat.” Cewek itu menggelng kuat. “Saya yang jahat. Saya tidak menuruti kata-katanya.”

Cewek ini memang terlalu baik. Padahal yang jahat kan si cewek tomboy itu, bukan dia.

“Oh... saya lupa. Nama kamu siapa?”

“Hera. Nama kamu?”

“Rhauji,” Oji menjabat tangan Hera yang terulur padanya lalu tersenyum.

***

Hye Ri duduk di balkon atas kamarnya. Memandang ke langit luas di angkasa. Mengamati bintang-bintang yang bermunculan serta bulan yang menemaninya.

Sekarang dia sudah kembali di Indonesia. Yeah, setelah lama tinggal di Korea, satu kenangan yang tak mungkin bisa ia hapus di Indonesia. Seseorang. Bernama Matahari.

Kalau ia bisa, ia tidak mau memutuskan untuk tinggal kembali di Indonesia. Terlalu perih dan ia takut. Takut kalau dia marah pada dirinya. Takut kalau dia tidak ingin menoleh ke arahnya kembali.

Di peluknya erat bingkai foto yang menampilkan sosok laki-laki kecil dan perempuan kecil yang saling merangkul dan tersenyum ke arah foto. Teman masa kecilnya itu suka membuatnya menangis, tapi dia suka.

Waktu itu ia kembali ke perumahan lamanya dan bertemu dengan tetangganya. Katanya teman masa kecilnya sudah pindah rumah, dan sekarang yang ia tahu cowok itu pasti sudah kuliah. Sekarang, hanya mencari tahu dimana dia, karena Hye Rin punya foto dia yang sekarang.

“Kalau matahari pagi masih bersinar cerah, aku yakin senyummu dan ingatanmu takkan pernah sirnah...”

***

“Karena kita masih di bayang-bayang matahari yang sama.”

“Gila! Sok melankolis banget lo!” Oji melempar bantal ke arah Ari.

“Hahahaha,” Ridho ketawa ngakak mendengar kalimat yang baru saja di bacakan Ari tadi.

“SOMPRET!” Ari langsung melempar balik bantal itu dan BLASSS!!! Bantalnya mendarat sukses di wajah Ata.

“Wah songong ya lo sama kakak sendiri!” Ata melempar balik dan YEP!

Ata yang matanya tertutup sambil ketawa ngakak, Ari, Ridho dan Oji yang kini terdiam membisu membuat Ata diam. Dan membuka matanya. Ngoookkk...

Bantalnya kena wajah ayahnya!

“ATAAAA!!!” geramnya sambil melotot.

“Ampun, Ayah!” Ata langsung nyengir dan ayahnya langsung menjewer telinganya.

“Hahahaha,” sekarang Ari, Ridho, dan Oji ketawa ngakak.

***

Sebelum berangkat kuliah, Oji memberhentikan motornya di dekat gerbang SMA Airlangga. Entah kenapa, Oji jadi memikirkan Fio lagi.

Beberapa saat kemudian, Oji melihat Tari diantar Ari. Ari langsung menyadari kehadiran Oji di SMA itu. Ia mendekatinya.

“Ngapain lo?”

“Mau liat Fio,” jawab Oji.

“Elo bakal sakit hati kalo liat dia. Dia udah...”

Kata-kata Ari terhenti saat matanya dan mata Oji melihat ke arah seberang. Fio sedang berjalan bersama seseorang yang menggandeng tangannya. Keduanya tersenyum, sepertinya anak SMA Airlangga juga.

“Baru aja gue mau kasih tau elo,”

“Nggak apa-apa,” kata Oji. Ia langsung memasang helm-nya dan cepat-cepat pergi tanpa memberitahu apa-apa tentang perasaannya pada Ari.

***

“Gue udah bilang. Jangan ke SMA Airlangga lagi. Ngerti nggak sih lo!?” Ari ngomel-ngomel sama Oji yang sekarang tampangnya udah kusut banget.

Sementara Ridho di sebelahnya hanya bisa memandang dengan perasaan nelangsa. Bukannya tidak setuju dengan pendapat Ari, tapi Ridho lebih suka kalau Ari memberitahu Oji dengan kalimat yang lebih halus lagi agar Oji juga nggak tambah sakit hati.

“Apa sih lo!?” seru seseorang cewek dengan kasar.

“Saya minta maaf sama kamu.”

“Kan gue udah bilang sama lo! Elo kalo jadi cewek nggak usah songong deh! Gue udah peringatin elo, elo malah ngelunjak!”

Ari, Ridho dan Oji yang mendengar itu langsung menoleh ke arah suara. Terlihat Hera dan cewek yang berantem sama Oji itu kini sedang bertengkar.

“Gue nggak suka elo deket dia!” Cewek itu menepis tangan Hera yang hendak memegang tangannya. “Jangan pernah sentuh gue! Dan jangan pernah harap bisa berteman baik dengan gue!”

“Heh! Bisa nggak, elo nggak ngebentak orang sembarangan!” Oji langsung datang dan menyatakan ketidak sukaannya terhadap cewek dihadapannya itu.

“Terserah gue! Ini mulut-mulut gue!” bentak cewek itu pada Oji.

“Heh, elo tuh udah mau bertindak kekerasan pake mau nyulik dia,m elo mau ngapain lagi!? Kurang puas lo!? Dia yang nggak salah, dia yang minta maaf. Sebenernya otak elo itu ada dimana!?”

“Otak gue disini!?” Cewek itu menunjuk kepalanya. “Kalo elo nggak tau masalahnya, mendingan elo nggak usah ikut campur deh!”

Ari dan Ridho langsung menghampiri Oji. Mereka berdua baru melihat Oji ngebentak cewek sampai segitunya. Dan mereka juga baru melihat ada cewek yang segitu kasarnya.

“Kenapa sih, Ji?” tanya Ari.

Cewek itu menoleh dan tersentak hebat. Dia takut kalau saat itu juga, cowok itu mengetahui siapa dia yang sebenarnya. Dan saat itu juga, cewek itu langsung cepat-cepat kabur.

Oji tentu saja melihatnya. Cewek itu terlihat tampak ketakutan saat melihat Ari dan itu membuat Oji tambah penasaran dengan cewek itu.

“Ra, kamu nggak apa-apa?”

“Enggak,” jawab Hera yang kini sudah agak terbiasa oleh omongan yang lebih menjurus ke santai. Berkat Oji tentunya. “Dia nggak mau maafin aku.”

“Dia itu jahat, Ra. Kenapa sih kamu minta maaf sama dia?”

“Yang salah itu aku. Dia baik, tapi caranya mungkin aneh.”

“Aku nggak ngerti maksud kamu,”

“Aku nggak mau membuat kamu mengerti. Karena dengan begitu, dia pasti akan semakin marah sama aku.”

***

“Fio ya?”

“Iya, kok tau?” Fio jadi bingung sendiri.

“Lupa sama gue? Gue kan yang suka ngisengin elo waktu kecil. Sampe nangis-nangis malah. Hahaha, tapi elo nangis juga waktu gue tinggal pergi.”

“Kak Mentari!!!” teriak Fio kaget dan senang.

Mentari itu teman kecilnya Fio. Umurnya lebih tua dua tahun di banding Fio. Mentari pindah ke Korea waktu kecil. Sebelum pindah ke Korea, Mentari pernah pindah rumah di dekat rumah Fio untuk beberapa minggu lalu memutuskan pindah ke Korea.

“Jadi, kenapa Kakak balik?” tanya Fio bingung.

“Jadi, elo nggak suka nih kalo gue balik?” tanya Mentari balik.

“Hahaha, ya nggak gitu juga, Kak. Masalahnya nih ya, Kakak aja bilang nggak betah tinggal disini.”

“Gue bilangnya kan nggak betah tinggal disini, bukan berarti gue nggak betah tinggal di Indonesia dong?” Mentari mengajak Fio masuk ke dalam mobilnya.

“Sebentar, Kak. Gue mau kenalin Kakak sama temen gue!” Fio masuk ke dalam sekolah lagi, lalu beberapa saat kemudian, dia kembali dengan Tari disebelahnya.

“Tar, kenalin, ini Kak Tari... Mentari!” kata Fio senang.

Tari yang dikenalin, malah kaget. Ini nama nggak ada yang lain yah? Kenapa mesti dipanggil Tari juga?

“Kak, ini namanya Tari juga lho. Cuma, namanya Jingga Matahari.” Katanya dengan raut wajah senang.

“Hai, Tari...” sapa Mentari dengan senyuman.

“Hai juga, Kak...” balas Tari sambil tersenyum.

“Pulang bareng yuk! Gue anter elo berdua deh...” kata Mentari dengan senyuman.

“Tapi rumah saya kan beda arah sama Fio, Kak.”

“Aduh! Elo ngomongnya nggak usah formal begitu napa. Gue kan bukan Kakak kelas elo. Pake kata gue-elo aja.” Mentari langsung menyuruh keduanya masuk ke dalam mobil. “Udahlah! Gue kan pingin liat-liat Jakarta.”

“TARI!”

Terlihat Oji sedang menghampiri Fio dan Tari yang belum masuk ke dalam mobil Mentari.

“Ada apa?” tanya Tari.

“Enggak sih, gue cuma mau kasih tau, kalo Ari nggak bisa jemput hari ini. Jadi, gue yang bakal nganterin elo pulang,” katanya. Matanya melihat sosok yang menyebalkanitu lagi.

“Elo???”

“Mau ngapain lagi lo? Mau jadi pahlawan kesiangan?”

“Gue cuma mau jemput pacar temen gue. Dan, Tar, elo kenal dia?”

“Dia temen kecilnya Fio.” Tari menunjuk Fio.

“Oh, pantes. Sama-sama nggak punya hati,” ucap Oji sinis. “Ayo, Tar! Udah sore. Nanti nyokap elo marah-marah.”

“Apa maksud elo gue nggak punya hati? Ha!?”

“Elo emang nggak punya hati kan!? Main ngelabrak orang sembarangan! Jelas-jelas dia cewek baik, tapi malah elo jahatin!”

“Udah deh, Kak. Jangan berantem begini. Ya udah ya Kak Tari, aku pulang sama Kak Oji aja. Kasian dia udah dateng jauh-jauh. Makasih atas tawarannya.” Tari langsung mendorong Oji pergi.

“Ish, kenapa pake dorong-dorong sih, Tar? Gue belom selesai ngomelnya!”

“Aduh, Kak Oji. Sampe abad ke 50-pun nggak akan selesai kalo begitu!” Tari gantian ngomel. “Kenapa elo yang jemput gue sih? Stres gue begini caranya...”

***

PRANG!!!

Suara pecahan barang terdengar sampai kamar Mentari. Lelah rasanya kalau begini. setiap hari mendengar keributan disana-sini dengan topik yang sama. Mentari lebih memilih untuk mendengarkan musik di headphone-nya dan memejamkan matanya.

“Ternyata kita satu tempat kuliah ya?” Mentari bergumam sendiri. “Nggak nyangka, sekarang elo tuh beda banget. Matahari, seandainya elo tau kalo gue itu temen kecil elo, apa yang bakal elo lakuin ke gue?”

Mentari membuka matanya lalu menatap langit yang penuh bintang.

“Apa elo bakal benci gue? Atau elo bakal biasa aja sama gue. Atau bahkan elo udah lupa sama gue dan nggak ingat gue lagi?”

Lagu Memories, Super Junior, mengalun indah dan terus menyelimuti perasaannya.

“Tapi, sebisa mungkin, gue nggak akan ngasih tau kalo gue Mentari. Itu lebih baik kan? Gue takutnya elo udah punya matahari lain...”

***

Oji menatap langit kamarnya. Sunyi hari ini. Sepi. Tapi pikirannya terlalu ramai. Terlalu banyak yang ia pikirkan. Terutama persoalan cewek yang ternyata bernama Mentari.

Mentari itu teman kecilnya Fio, Mentari langsung ketakutan saat melihat Ari, Mentari punya masalah sama Hera dan parahnya Hera nggak mau ngasih tau masalah yang real-nya apa dan selalu bilang kalau Mentari itu baik dan dia yang jahat.

Dia jadi penasaran dengan sosok Mentari. Cewek itu seperti penuh misteri. Dan apa hubungannya dengan Ari? Apa Ari mengenalnya tapi berpura-pura tidak tahu.

Yang Oji tahu hanyalah Mentari adalah sosok cewek jahat, bukan cewek baik.

Ponsel Oji berbunyi nyaring, menandakan ada SMS. Dengan cepat, ia ambil ponselnya dan membaca isi pesan tersebut.



Oji, Mentari adalah orang baik. Dia yang memperingatiku untuk tidak dekat dengan laki-laki itu. Karena ternyata laki-laki itu punya niat busuk. Saat Mentari mengajak anak buahnya, Mentari hanya ingin menggertakku untuk tidak membocorkan rahasianya. Aku sebenarnya teman baiknya di Korea.



Oji menutup ponselnya dan lagi-lagi termenung. Hera teman baiknya Mentari di Korea? Tapi kenapa sekarang mereka tidak dekat lagi? Apa karena Hera mengetahui rahasia terbesar Mentari?

Otak Oji terus berputar mempertanyakan semuanya yang terjadi. Oke! Oji bisa ambil kesimpulan mengapa Hera bilang kalau Mentari baik. Tapi rahasia apa yang membuat Mentari hingga semarah itu dan perlu menggertak Hera?

Dan masalahnya, apakah Fio tahu tentang masalah itu? Dan hubungan apa yang terjadi antara Mentari dan Ari?


You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram