SESAL ITU

1 Comments
Sesaat aku menatap rumah yang dulu sering kumasuki. Yang sering kulewati. Yang sering kulihat setiap hari. Namun, itu dulu. Berbeda dengan sekarang. Rumah itu sangat amat jarang kulihat seperti dulu. Berubah karena ada sang waktu.

Dan sepertinya pemilik rumah itu ikut berubah, bukan secara fisik, namun secara perasaan. Perasaan yang dulu tercurah akibat pertemanan yang terjalin di antara satu dengan yang lain menimbulkan perasaan tersendiri. Ada yang masih merasa itu adalah persahabatan, namun ada yang menganggapnya itu bukanlah perasaan biasa.

Dulu aku terpaku dalam kebisuan. Memilih di antara dua orang yang dulu kuanggap sebagai teman. Aku diam. Lidah kelu tak mampu mengucapkan satu patah katapun hingga akhirnya aku memang harus benar-benar memilih. Tapi... apa yang kupilih bukan salah. Melainkan ini memang takdirnya.

Aku terlalu buta. Tak seharusnya aku memilih meski aku kini mengharapkan salah satu di antara mereka. Aku buta akan kasih sayang. Aku haus. Aku menginginkannya. Seharusnya aku berkata TIDAK untuk menyelesaikan semua masalah.

Jika aku mengatakannya, mungkin kini kami masih bersama. Bersahabat seperti dulu. Dekat. Bermain bersama. Saling ejek dan tersenyum bahagia. Menyeruakkan nada-nada dari gitar. Menyanyi bersama hingga akhirnya berakhiran bahagia.

Kesalahan yang terletak pada diriku. Kesalahan itu sebenarnya tak harus kusesali, namun harus kuambil hikmahnya. Kini yang terpenting, kepekaanku terhadap perasaan orang lain yang ada di dekatku.

Aku mungkin akan diam untuk menyimpan segala kegundahan yang setiap hari menggerogoti hatiku.


You may also like

1 komentar:

  1. butuh waktu untuk mengerti dan dimengerti sahabat. Tapi, percaya deh, sahabat sejati itu pasti ada. Mungkin sahabat sejati kamu bukan jatuh pada orang yang kamu harapkan, tapi percaya deh, tuhan pasti ngasih yang terbaik buat kamu

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Ao Haru Ride

Ao Haru Ride

Daftar Blog Saya

Advertisement

Facebook

Instagram