KONFLIK ANTAR AGAMA DI INDONESIA
I.
PENDAHULUAN
Masalah konflik antar agama di Indonesia
merupakan sebuah masalah yang rumit dan kompleks. Jika kita menengok kembali ke
belakang pada masa Orde Baru sampai pada saat ini, kasus konflik antar agama
tidak pernah absen mewarnai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Banyak
korban yang sudah berjatuhan akibat dari konflik antar agama, baik oleh negara
maupun masyarakat sipil.
Konflik agama seakan-akan tidak pernah
menemukan solusi yang terbaik untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada.
Apakah hal yang menyebabkan masalah ini selalu menjadi masalah yang
keberlanjutan (jika melihat lebih lanjut dalam konflik antara agama ini, ada
tiga komponen yang harus diteliti. Kita perlu untuk mengkaji seberapa jauh
keterlibatan komponen-komponen tersebut memberikan peran dan pengaruhnya
terhadap keberlangsungan konflik antar agama yang ada di Indonesia. Ketiga
komponen tersebut adalah komponen negara dengan berbagai aparaturnya, komponen
konstitusi) hukum dankomponen masyarakat sipil.
Dari ketiga komponen ini kita akan
menganilisis komponen mana yang sesungguhnya paling menghambat terbentuknya
toleransi beragama di Indonesia.
II.
Faktor-faktor terjadinya Konflik antarumat Beragama
Terjadinya
konflik tidak terlepas dari adanya dalang atau provokatornya tidak pernah
diusut tuntas. Sehingga wajar jika masyarakat menuntut pemerintah bertindak
tegas menangkap provokatornya. Dari berbagai kerusuhan, teror, fitnah dan
pembunuhan memang sedang melanda bangsa kita sehingga untuk menghadapi berbagai
bencana tersebut, maka semua pihak hendaknya senantiasa waspada. Sebab,
berbagai cara akan dilakukan oleh provokator untuk mengadu domba antarumat
beragama, antarsuku dan antaretnis sehingga persatuan dan kesatuan menjadi
rapuh.[4] Oleh
karena itu, setiap umat beragama senantiasa berpegang teguh pada ajaran
agamanya, agar mereka tidak akan terjebak pada isu-isu yang melayang.
Konflik
antarumat bergama yang berkepanjangan kalau terus dibiarkan akan menjadi petaka
yang cukup besar yang dapat mengancam kesatuan bangsa. Ancaman disintegrasi
bangsa sudah dekat dihadapan mata, manakala konflik antarumat bergama tidak
segera diatasi. Padahal para tokoh pendiri bangsa ini awal kemerdekaan bisa
menjadikan perbedaan agama sebagai perekat tali persatuan bangsa. Simbol Negara
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,
yakni komitmen menjalin keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Munculnya
konflik antarumat beragama karena berbagai aspek, seperti ada kecurigaan antar
pemeluk agama yang satu terhadap pemeluk agama yang lain. Selain itu ada juga
permainan politik kotor yang ingin mengadu domba umat beragama untuk
kepentingan politik tertentu. Kecurigaan antara pemeluk agama yang sudah
terpendam lama begitu mudah dimanfaatkan oleh politikus yang tidak bermoral
untuk membuat konflik berkepanjangan. Rakyat yang awam pada permainan politik
akhirnya hanya menanggung korban, baik harta maupun jiwa.
Selama ini
konflik-konflik yang terjadi antarumat beragama, bisa jadi disebabkan oleh
faktor ketidakadilan. Di antaranya dalam hal kesenjangan ekonomi antarpenganut
agama. Hal itu juga tampak dalam perlakuan politik berdasarkan agama yang
dianut, terutama di masa rezim Orde Baru, di mana demi memperoleh dukungan
politik, rezim itu memberikan posisi-posisi strategis kepada elite-elite dari
agama tertentu. Perlakuan kurang adil itu bisa memancing kecemburuan dari satu kelompok
terhadap kelompok lain. Apalagi antara umat beragama kurang intens mengadakan
dialog agama, perlakuan tak adil demikian tambah membuka peluang terjadinya
konflik. Ini terjadi karena masalah agama adalah sangat sensitif bagi para
pemeluknya. Sedikit saja ada gesekan, bisa membuat penganutnya terkena emosi.
Dan karena alasan fanatisme, hal itu dapat membuat tindakan mereka sulit
dikontrol.
Faktor-faktor
yang menyebabkan konflik antarumat beragama karena kurangnya untuk saling
memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain sehingga dalam
kehidupan umat beragama tidak adanya saling menghargai hakikat dan martabat
manusia di mana nilai-nilai kemanusiaan yang universal tidak berlaku lagi dalam
menjalin hubungan yang harmonis antarumat beragama tersebut, terutama hati
nurani dan cinta kasih bagi kerukunan, toleransi dan
persatuan dalam kemajemukan umat beragama.
Konflik
antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama, melainkan
oleh yang lainnya, seperti faktor ekonomi, politik, maupun sosial. Konflik ini
tidak jarang terjadi karena persoalan pendirian rumah ibadah atau cara
penyiaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atau karena
adanya salah paham di antara pemeluk agama. Konflik internal umat beragama
terjadi karena adanya pemahaman yang menganggap hanya aliran sendiri yang benar
dan menyalahkan yang lain, pemahaman yang diselewengkan atau pemahaman yang
bebas semau sendiri tanpa mengikuti kaidah-kaidah yang ada. Minimnya
pengetahuan masyarakat terhadap pluralisme melahirkan karakter apatis dan
puritan terhadap toleransi beragama.
III.
Hubungan antarumat beragama dan Konflik
Semua agama di dunia mengajarkan
kepada setiap umatnya untuk saling mengasihi dan menghormati pemeluk agama
lain. Namun realita yang terjadi dalam sejarah umat manusia, agama sering dijadikan
dalih untuk membantai pemeluk agama yang lain. Masih segar di dalam ingatan
kita betapa berdarah-darahnya saudara-saudara kita bertikai atas nama agama,
seperti di Ambon dan Poso. Semua konflik ini terjadi karena fanatisme sempit,
dan kecurigaan yang berlebihan terhadap pemeluk agama lain.
Kenyataan bahwa unsur-unsur
keagamaan dijadikan sebagai pemicu serentak sasaran konflik, baik pada tingkat
lokal dan nasional maupun internasional akhir-akhir ini, tentu memprihatinkan
dan mencemaskan banyak orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya dan
masyarakat Maluku khususnya, yang berciri majemuk. persaudaraan,
kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman serta kebersamaan,
persekutuan dan kerjasama akan terancam, terganggu dan merosot. Timbul
kecemasan akan konflik, kekerasan, perpecahan dan kehancuran yang sewaktu-waktu
bisa terjadi. Cukup banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan
persatuan bangsa, atau akan terjadinya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan
isu agama.
Karena itu, untuk mencapai kerukunan
beragama yang harmonis, kiranya dialog antarumat beragama perlu diadakan secara
intensif agar tercipta saling pengertian antarkomunitas agama. Saling
pengertian itu akan memungkinkan antarkelompok saling menghormati. Keadaan itu
pada gilirannya akan menumbuhkan dan mengembangkan sikap toleran serta
memantapkan kerukunan antarumat beragama.
Dialog antaragama itu hanya bisa
dimulai bila ada keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Persoalannya
mungkin baru muncul bila kemudian mulai dipersoalkan secara terperinci apa yang
dimaksud keterbukaan itu, segi-segi mana dari suatu agama yang memungkinkan
dirinya terbuka terhadap agama lain, pada tingkat mana keterbukaan itu dapat
dilaksanakan. Lalu, dalam modus bagaimana keterbukaan itu bisa dilakukan.
Barangkali penyelesaian konflik
anatarumat Bergama harus dimulai dengan menghilangkan rasa saling curiga dan
dendam antarsesama. Kalau kecurigaan dan dendam bisa dihilangkan barulah
melangkah pada dialog yang efektif yang melibatkan semua lapisan masyarakat.
Dialog tersebut sesungguhnya bukan lagi terbatas pada tokoh-tokoh agama, namun
lapisan masyarakat bawah. Tokoh-tokoh agama sesungguhnya sudah sejak lama
menjalin dialog agama, namun belum teraktualisasikan pada lapisan bawah. Bahkan
yang lebih memperihatinkan lagi, wibawa tokoh-tokoh agama tampaknya sudah
semakin berkurang dihadapan umatnya. Ini bisa dilihat dengan adanya keengganan
umat mengikuti himbauan tokoh-tokoh agama. tatkala terjadi konflik, tokoh-tokoh
agama sudah menghimbau umatnya masing-masing untuk rukun namun kenyataannya
konflik terus berkepanjangan.
Mukti Ali menjelaskan bahwa ada
beberapa pemikiran diajukan orang untuk mencapai kerukunan dalam kehidupan
beragama. Pertama,sinkretisme,
yaitu pendapat yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Kedua, reconception, yaitu
menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasi dengan
agama-agama lain.Ketiga, sintesis, yaitu menciptakan suatu agama baru yang
elemen-elemennya diambilkan dari pelbagai agama, supaya dengan demikian
tiap-tiap pemeluk agama merasa bahwa sebagian dari ajaran agamanya telah
terambil dalam agama sintesis (campuran) itu. Keempat,penggantian, yaitu mengakui bahwa agamanya sendiri
itulah yang benar, sedang agama-agama lain adalah salah dan berusaha supaya
orang-orang yang lain agama masuk dalam agamanya. Kelima, agree in disagreement (setuju dalam
perbedaan), yaitu percaya bahwa agama yang dipeluk itulah agama yang paling
baik, dan mempersilahkan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang
dipeluknya adalah agama yang paling baik. Diyakini bahwa antara satu agama dan
agama lainnya, selain terdapat perbedaan, juga terdapat persamaan.
Source:
http://deyuwina.wordpress.com/2011/06/23/konflik-antarumat-beragama/
http://www.academia.edu/7586730/Konflik_agama_di_INdonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar